Jumat, 24 Oktober 2014

KONTES MENTERI

Entah siapa yang memulai .....
Mungkin sejak pemerintahan babak pertama Susilo Bambang Yudoyono, penentuan menteri kabinet digelar seperti pelaksanaan fashion show parade. Satu demi satu calon menteri dipanggil ke kediamannya di Cikeas. Entah apa yang diperbincangkan di "dalam", yang pasti, usai bertemu dan di "interogasi" presiden terpilih, sang calon konon diminta menandatangani pakta integritas. Entah apa isi sebenarnya dari pakta integritas. Pada kenyataannya, pada masa pelaksanaan tugas, pakta integritas yang telah ditandatangani itu juga tidak "berbunyi" apa-apa.....

Kemudian .... sang calon dengan "agak canggung ... entah ge-er atau jaga image alias jaim, dikerubuti wartawan di tanya ini-itu dan menjawab basa-basi bilang cuma diajak omong ini itu tanpa arah .... Dan jawaban ini tentu saja basa basi yang benar-benar basi dan nggak bermutu. 

Sementara di media massa, baik televisi yang sekarang jumlahnya seabreg-abreg, maupun media cetak para pengamat politik dan elemen masyarakat lainnya berkomentar panjang lebar, tentang calon menteri maupun tata cara presiden menentukan menterinya ... Sok kritis, sok analitis ... tapi mungkin lebih banyak dan lebih tepat disebut sok tahu ... Sok tahu masalah, sok tahu kondisi internal dan banyak sok-sok lainnya. Begitu juga yang terjadi di kalangan netizens. 

Persis seperti laiknya penonton sepak bola .... Banyak komentar, teriak-teriak, mencaci maki pemain maupun pelatihnya.... Padahal, belum tentu si penonton bisa main sepak bola dengan benar. Jangankan bermain sepak bola..., lari 1 kali putaran lapangan bola saja belum tentu sanggup. Apalagi lari sambil mengamati larinya tendangan bola, memposisikan diri di arah operan teman atau merebut bola dari lawan serta menyelamatkan gawang dari serbuan tendangan bola lawan. 

Para kritikus dadakan itu, termasuk juga para netizen mungkin lupa bahwa ada makna yang tersirat atas sambutan dukungan masyarakat yang luar biasa usai pelantikan presiden. Yaitu ... masyarakat berharap banyak pada presiden dan mereka akan mengamati siapa yang dipilih sebagai menteri dan bagaimana kinerja pemerintahan mendatang. Tidak ada makan siang yang gratis ..... maka tidak ada pula sambutan tanpa harapan yang besar.

Kerja pemerintah mendatang pasti sangat berat. Belum lagi hambatan teknis dan non teknis yang menyertai "luka" pertarungan pemilihan presiden yang baru lalu. Walau sang kompetitor sudah meraih simpati publik kembali dengan penampilan dan kehadirannya saat pelantikan presiden terpilih. Namun aroma persaingan masih belum luntur baik di kalangan masyarakat maupun di arena "lembaga legislatif". Di bilang menjegal kelancaran pemerintahan, pasti mereka tidak sudi... Tapi gestur tubuh, mimik muka maupun susunan pilihan kata sudah menunjukkan segalanya. 

Apalagi sang presiden juga "mengacak-acak" nomenklatur-penamaan kementeriannya. Walau maksudnya baik, untuk menyesuaikan dengan program kerja, akan selalu ada ketidaksukaan yang bisa jadi ada dasarnya namun bisa juga sekedar bermain-main untuk mengetest "kemampuan" presiden menangani "konflik kepentingan ini. Tapi begitulah yang namanya penonton .... termasuk kita sebagai penonton/masyarakat yang menunggu susunan kabinet Presidensial 2014-2014.

Sepertinya, penentuan dan penetapan menteri kabinet pada era pak Harto dulu, jauh lebih baik ... "Kontes" menteri dijalankan dalam senyap, tidak banyak melibatkan orang lain. Atau mungkin juga karena yang dilibatkan oleh pak Harto dalam penentuan menteri sangat menjaga "mulut" mereka. Tinggallah mereka yang merasa "gede rasa alias ge-er" dan yang sangat berambisi menjadi menteri kasak-kusuk mencari celah agar nama dan kemampuannya masuk "radar cendana". 

Mereka berharap cemas dan bisa jadi tidak bisa tidur berhari-hari. Menunggu telpon dari cendana ... Padahal ... bisa jadi dering telpon yang kemudian datang malah telpon debt collector atau dari orang-orang iseng mempermainkan mereka karena tahu persis betapa ngebetnya si dia menjadi menteri ...
Walau begitu ... 
Itulah simbol HAK PREROGATIF presiden sepenuhnya ...
Memang jaman berbeda ...
Presidennya juga berbeda ....
Harus diakui, Suharto memang powerful ...
Dan dia juga diktator yang bersembunyi dalam kelembutan etnis Jawa 
yang sangat menguasai medan pertarungan...
Di balik senyumannya yang lembut mengayomi

dari Sang jendral

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...