Kamis, 08 Januari 2015

21st century's LIFE STYLE - Dilema orangtua

Hari pertama kerja di tahun 2015, Senin tanggal 5 Januari, hampir seluruh isi dan penghuni kantor kami sudah lengkap berada di tempat. Bahkan sang bigboss merangkap pemilik perusahaan sudah hadir beberapa puluh menit sebelum para karyawannya hadir lengkap.

Pagi itu, setelah saling mengucapkan  selamat tahun baru, kami memulai jam kerja dengan konsolidasi pekerjaan terutama dengan bigboss yang kelihatannya pada tahun 2015 akan lebih jarang hadir di kantor dan bahkan mungkin akan lebih konsentrasi pada peluang bisnis yang lebih besar dan lebih menantang. Lebih mendunia ....? Semoga .... dengan dukungan dana yang konon kabarnya hampir tak terbatas. Kita lihat saja sambil berdoa ....

Sore hari, menjelang jam kantor usai, kami bertiga meluangkan sedikit waktu ngobrol disela-sela obrolan mengenai peluang bisnis yang bisa dimasuki perusahaan maupun evaluasi kinerja dan pending matters. Topiknya apalagi kalau bukan ....."kemana saja libur akhir tahun"

"Aku sakit .... batuk pilek, jadi gak bisa kemana-mana", begitu celoteh sang Chief Operating Officer tempat kami bekerja.
"Rumahmu sudah selesai...?"
"Nah itulah .... Kerjaan kontraktor belum selesai dan mungkin karena banyak debulah yang bikin gue pilek...!". 
"Sama .... aku juga bersin2 nih ... sampe sekarang badan masih nggak enak banget. Nggak lucu kalau hari pertama kantor, masih bolos juga"
"Kemana aja liburan ...?", tanyanya
"Minggu pertama, di rumah saja judulnya. Pembokat pulang kampung karena ada saudaranya datang dari Pontianak. Aku berangkat ke Palembang Minggu 28 Desember. Sekali-sekali nebeng suami yang dapat undangan untuk menghadiri pengukuhan professor di Universitas Sriwijaya"
"Wah ... asyik dong, makan pempek .....!!!", timpal yang yang lain ...
"Yah begitulah ... tapi pake degdegan .... Bayangin aja, lagi nunggu di waiting room tau-tau liat berita di TV, Air Asia lost contact di wilayah Bangka Belitung. Bayangin aja, arah penerbangan ke Palembang kan gak jauh2 dari Ba-bel ....! Gila lo ..... degdegan abis..... tiap ada guncangan di pesawat, langsung mantra2 keluar deh ......"


"Elo mas ..... kemana aja...?" tanya sang COO kepada rekan lelaki kami di ruang itu...
"Ke Bali, ...."
"Wah .... asyik ... pasti rame banget Bali ya .... Asyik bila liburan akhir tahun sama keluarga ke Bali....!"
"Wah ... enggak .... Cuma berdua sama anak gadis gue aja .... Gue malah disangka oom yang lagi antar ponakan berlibur..."
"Lho .... emak dan abangnya kenapa gak ikut ....?"
"Si abang sibuk ngamen di cafe .... si emak gak mau ikut karena si anak gadis ini sukanya berangkat dadakan gitu... Untung masih dapet tiket"
"Lho ..... kok? Emangnya bukan acara liburan keluarga?
"Nggaklah .... si gadis diajak libur akhir tahun sama keluarga pacarnya... Daripada dia berangkat sendiri, ya gue temenin lah...!"
"Hah ....... emang kelas berapa dia sekarang?", teriak dua emak yang kebingungan dan kaget dengar cerita itu.
"Kelas dua sma ..."
"Gila lo mas ..... anak masih sma kayak gitu pacaran serius-serius banget ...? Gue aja yang anak sudah hampir selesai kuliah, masih gue wanti-wanti, jangan terlalu serius dulu ... umur masih muda, baru sekitar 21tahun .... jangan sampe nyesel kalo keburu nikah... Makanya, gue jaga jarak banget sama cowonya...", sahut temanku yang anaknya memang masih kuliah di Australia untuk mengambil double degree dari salah satu PTN di Indonesia.

Teman lelaki kami itu dengan raut muka polos atau bangga lalu bercerita tentang perjalanan liburannya dengan keluarga pacar anaknya (yang notabene sesama anak SMA), Dia juga bercerita dengan sangat bangganya tentang betapa anak gadisnya sangat "gaul". Sering keluar-masuk cafe atau main game hingga pagi hari dengan ditemani oleh teman-teman kakak lelakinya. Entah dimana ... bisa main game jadi di rumah atau mungkin juga di luar rumah. Setahu saya ... kedua anaknya memang masing-masing dibelikan mobil oleh si bapak, Bukan main ......

Terbayang penampilan anak gadisnya itu pada beberapa kali kami bertemu baik di Pondok Indah Mall maupun yang terakhir pada saat resepsi pernikahan di salah satu hotel mewah di Jakarta. Khas anak gadis metropolitan abad ke 21. Make up lengkap, baju sexy dengan sepatu berhak tinggi lancip .....

Saya juga membayangkan wajah anak gadis sang COO yang mahasiswa itu .... Penampilan khas mahasiswa dengan sneakers dan tshirt dengan wajah polos alamiah. Sangat berbeda jauh dengan anak gadis teman kantor lelaki itu. Bahkan bagai langit dan bumi. Aku juga teringat dengan penampilan anak gadisku sendiri yang relatif cenderung sangat puritan. Dengan jilbab sederhananya, wajah polos yang bahkan pelembab mukapun enggan dipakai.....

"Hati-hatilah mas ..... anak lo kan perempuan .... masih SMA lagi, masa iya elo ijinkan liburan sama keluarga pacarnya begitu...?"
"Ya abis gimana .... kan gue temenin juga .... Dia gak pergi sendiri..."
"Iyalah .... gak pergi sendiri, tapi persepsi si anak atas kejadian ini, bisa-bisa mereka anggap ... Oh nggak apa-apa .... sekali, dua kali, ntar kalo kebablasan... baru nyesel lho ..."
"Nggaklah ...."
"Ya nggak tahu deh .... kami ini mungkin perempuan-perempuan kuno yang nggak akan pernah mengijinkan anak perempuan bergaul berlebihan dengan lelaki", sahut temanku mengatasnamakan kami berdua.
"Gue aja, selalu bilang sama anak gue ... mami nggak mau kehadiran pacar mengganggu acara keluarga kita. kalau dia mau ikut acara kita, welcome ....! tapi kalau kamu bikin acara berdua dengan pacar sementara kita punya acara keluarga, maka kamu harus ikut acara mami...!", sambung temanku lagi menjelaskan posisinya terhadap si anak yang mahasiswi itu.

Perbincangan kemudian menjadi ramai tentang bagaimana nilai-nilai yang kami anut dalam membesarkan anak perempuan di tengah pergaulan metropolitan yang cenderung "mengerikan" ditinjau dari sudut kebebasan ekspresi yang mengarah pada eksploitasi seksual dan narkotika.
***


Aku memiliki sepasang anak dengan jarak lahir 15 tahun. Masing-masing tumbuh dan berkembang secara individu pada era yang berbeda. nyaris 1 generasi bedanya. Kepada si kakak lelaki, walau dengan penuh kekhawatiran, yang mungkin juga saat itu si anak merasa terlalu diawasi, aku relatif bisa melepasnya. Pergi menghadiri pesta akhir tahun di apartemen temannya atau pesta-pesta ulang tahun hingga larut malam. Mungkin juga berbeda karena anak lelakiku itu sangat percaya diri dan merasa sangat mampu menjaga diri sehingga melanggar dan cenderung mengabaikan apapun yang diomongkan ibunya yang cerewet.

Anakku yang kedua, perempuan tumbuh menjadi anak manja, namun juga punya karakter sendiri. Dibalik sikap-sikapnya yang klemer-klemer, gampang jatuh hati pada "rayuan lelaki", tapi sejak kelas 5 SD, walau masih on n off sudah memutuskan memakai jilbab. Tanpa suruhan, anjuran ... (kecuali anjuran guru SDnya saat anak kami pulang umroh). Kini bahkan gerak hidupnya terlihat lebih relijius dibanding kedua orangtuanya .... hehe, dibanding ibunya, tepatnya begitu .....

Begitupun, aku begitu khawatir karena gaya klemer-klemernya itu membuatku bertanya-tanya, mampukan dia menjaga diri dari "serangan" lawan jenis.... Duh ... susahnya jadi orangtua.
***


Kami bertiga di kantor, memang berasal dari keluarga dengan latar belakang yang sangat berbeda. Tetapi kalau ditinjau dari kota kelahiran, maka kami yang perempuan lahir dan besar di Jakarta. Jadi .... amat sangat menegrti lekak lekuk pergaulan metropolitan. Bahkan bagaimana gaya hidup hedonisme penghuninyapun sudah dihafal luar kepala. Sementara kawan lelaki kami itu, baik dia maupun istrinya adalah keluarga yang besar di wilayah Jawa Tengah/Timur dan mereka masuk ke Jakarta pada saat sang suami bergabung ke perusahaan tempat kami bekerja ini. 

Apakah hal ini ada pengaruhnya...? Entahlah... tapi saya seringkali membaca bahwa orang cenderung mengikuti gaya hidup sekelompok/segolongan lainnya yang menjadi acuan dan panutan agar dia dianggap termasuk dalam golongan tersebut. Apakah agar dianggap modern/maju atau masuk dalam golongan intelektual dan lainnya. Maka ke situlah kiblat hidupnya diarahkan...

Tapi .... kembali pada gaya hidup dan pergaulan remaja abad ke 21 ini ...., sebagai ibu dari anak remaja, saya seringkali ngeri terhadap kondisi pergaulan saat ini, dimana anak-anak terpapar pada godaan sexualitas, narkotika dan lainnya yang sangat bertubi-tubi dan .... borderless ..... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...