Susi Pudjiastuti .... perempuan "desa" pemilik Susi Air, perusahaan penerbangan charter, yang berasal dari Pangandaran, sebuah desa pariwisata di ujung timur wilayah Jawa Barat itu mendadak menjadi selebriti baru pada jajaran pejabat tinggi pemerintahan Republik Indonesia, terutama di antara menteri perempuan dalam Kabinet pemerintahan Joko Widodo yang berjumlah 6 orang.
Sebetulnya, sosok Susi Pudjiastuti sudah lama dikenal dan bahkan sudah sering diliput media cetak. Namun sejak diangkat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, nama kembali mencuat dan kegiatannya menjadi lebih sering menghias media massa baik media cetak maupun layar kaca.
Susi mungkin tidak pernah membayangkan bila suatu kali, dia akan diminta menjadi menteri walau kiprahnya di dunia usaha tidak bisa dianggap enteng. Seringkali terpikir ... siapa yang memiliki ide agar Susi Pudjiastuti diangkat menjadi menteri Kelautan dan Perikanan lalu menyampaikan ide tersebut kepada presiden RI terpilih dan apa pula yang menyebabkan sang presidenpun menerima ide tersebut. Tentu ada alasan tertentu yang tidak sesederhana alasan yang sering diucapkan Susi, bahwa presiden membutuhkan "orang gila" untuk menangani masalah Kelautan dan Perikanan.
Perempuan unik yang tidak memiliki ijasah SMA karena dikeluarkan sekolahnya di Jogja juga menjadi pusat perhatian dengan sikap dan penampilannya yang urakan. Jauh berbeda dengan perempuan kelas atas lainnya yang begitu menjaga penampilan. Susi dikenal juga sebagai perokok dan memiliki tato, yang banyak terekspos adalah di betisnya. Lagi-lagi, di luar pakem penampilan perempuan "baik-baik kelas atas". Sikap dan perilakunyapun selalu seenaknya. Jauh dari elegante. Belum lagi pendidikannya yang putus hanya hingga kelas 2 SMA saja. Lengkaplah sudah alasan untuk mengganggap enteng kemampuannya. Itu sebab, pada awal pengangkatannya, Susi dilecehkan oleh kalangan yang merasa dan menganggap diri sebagai kaum intelektual
Namun......siapa yang menduga ketika Susi memulai ritme kerjanya dengan gebrakan yang menggetarkan jagat maritim nusantara. Dia tidak segan-segan, segera membongkar permainan mafia perikanan. Memerintahkan penangkapan para pencuri ikan di lautan nusantara baik yang menggunakan kapal berbendera asing maupun yang seolah berbendera nasional dan kemudian menenggelamkannya. Susi juga tidak takut menghadapi ancaman dan cercaan dari negara jiran asal para pencuri tersebut.
Pencurian isi perut lautan Indonesia sudah sejak lama menjadi rahasia umum. Sudah banyak dikeluhkan beragam pihak termasuk aparat kementerian terkait. Namun .... tidak ada tindakan apapun juga dari pihak yang berwenang selain mengeluh dan berdalih atas ketidakmampuan para lelaki yang padanya disematkan jabatan menteri untuk menanggulangi masalah pencurian ikan tersebut.
Berkali-kali sudah menteri berganti-ganti dan selama bertahun-tahun itu pula para pencuri ikan berpesta pora seenaknya dan terang-terangan. Nelayan nusantara mungkin menjadi lupa, siapa tuan rumah sesungguhnya dari lautan nusantara ini. Para nelayan tradisionalkah atau para perompak ikan yang dengan seenaknya menjarah isi perut lautan.
Tulikah para aparat penjaga keamanan dan instansi kelautan dan perikanan ...... ? Atau mereka tidur lelap di atas tumpukan upeti yang disodorkan .... Atau mungkin memang mereka semua tak bernyali...., kecuali nyali mempertahankan jabatannya tanpa malu atas melempemnya kinerja mereka. Atau memang mereka sudah tidak peduli terhadap kedaulatan negeri ini kecuali kepedulian terhadap kepentingan diri, kelompok dan golongannya.
Bisa jadi bangsa Indonesia memang harus menunggu seorang Susi Pudjiastuti, yang karena kesederhanaan pendidikannya menjadi sangat bernyali untuk melawan apapun yang merugikan nelayan. Kelompok masyarakat yang sangat lekat dengannya. Kelompok dimana dia memulai kiprah dan kemudian mengasah kepekaan naluri bisnisnya.
Susi mungkin bekerja hanya dengan naluri dan niat ikhlas untuk kemajuan dan kesejahteraan nelayan. Untuk kewibawaan negeri dan bangsanya. Bukan karena gila jabatan. Tidak ..... Susi tidak terlalu mempedulikan jabatan sebagaimana yang disampaikannya dalam acara Mata Najwa tanggal 11 Februari yang lalu:
"Saya akan mundur setelah menyelesaikan masalah Kelautan dan Perikanan. Setelah semua regulasi yang akan dipersiapkannya berjalan dengan baik dan ini saya prediksi berlangsung selama 2 tahun. Cukup 2 tahun"
2 tahun dirasa lebih dari cukup bagi seorang Susi Pudjiastuti untuk menduduki jabatan sebagai Menteri. Bukan main .... Sungguh mati .... baru kali ini seorang menteri menyatakan sendiri bahwa dia hanya akan menjabat selama 2 tahun saja dan mundur atas kemauan sendiri. Selama ini, tidak pernah ada menteri di Indonesia yang mengundurkan diri dengan sukarela, bahkan sekalipun kinerjanya sangat buruk.
Susi memang fenomenal...
Dia tidak menghitung untung rugi koceknya sendiri....
Jabatan sebagai Menteri mungkin hanya dianggap sebagai selingan belaka ...
Sebagai pembuktian bahwa pendidikan rendah tidak berarti rendah diri ...
Bahwa sekolah yang paling berpengaruh adalah kehidupan itu sendiri ...
Bahwa jabatan tidak sepantasnya menjadi tujuan memperkaya diri dan Susi mampu dan pasti akan bisa membuktikannya ...
Karena Susi sudah mencukupi dirinya sendiri...
Jauh..... jauh hari sebelumnya
Sebetulnya, sosok Susi Pudjiastuti sudah lama dikenal dan bahkan sudah sering diliput media cetak. Namun sejak diangkat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, nama kembali mencuat dan kegiatannya menjadi lebih sering menghias media massa baik media cetak maupun layar kaca.
Susi mungkin tidak pernah membayangkan bila suatu kali, dia akan diminta menjadi menteri walau kiprahnya di dunia usaha tidak bisa dianggap enteng. Seringkali terpikir ... siapa yang memiliki ide agar Susi Pudjiastuti diangkat menjadi menteri Kelautan dan Perikanan lalu menyampaikan ide tersebut kepada presiden RI terpilih dan apa pula yang menyebabkan sang presidenpun menerima ide tersebut. Tentu ada alasan tertentu yang tidak sesederhana alasan yang sering diucapkan Susi, bahwa presiden membutuhkan "orang gila" untuk menangani masalah Kelautan dan Perikanan.
Perempuan unik yang tidak memiliki ijasah SMA karena dikeluarkan sekolahnya di Jogja juga menjadi pusat perhatian dengan sikap dan penampilannya yang urakan. Jauh berbeda dengan perempuan kelas atas lainnya yang begitu menjaga penampilan. Susi dikenal juga sebagai perokok dan memiliki tato, yang banyak terekspos adalah di betisnya. Lagi-lagi, di luar pakem penampilan perempuan "baik-baik kelas atas". Sikap dan perilakunyapun selalu seenaknya. Jauh dari elegante. Belum lagi pendidikannya yang putus hanya hingga kelas 2 SMA saja. Lengkaplah sudah alasan untuk mengganggap enteng kemampuannya. Itu sebab, pada awal pengangkatannya, Susi dilecehkan oleh kalangan yang merasa dan menganggap diri sebagai kaum intelektual
Namun......siapa yang menduga ketika Susi memulai ritme kerjanya dengan gebrakan yang menggetarkan jagat maritim nusantara. Dia tidak segan-segan, segera membongkar permainan mafia perikanan. Memerintahkan penangkapan para pencuri ikan di lautan nusantara baik yang menggunakan kapal berbendera asing maupun yang seolah berbendera nasional dan kemudian menenggelamkannya. Susi juga tidak takut menghadapi ancaman dan cercaan dari negara jiran asal para pencuri tersebut.
celoteh Susi |
Pencurian isi perut lautan Indonesia sudah sejak lama menjadi rahasia umum. Sudah banyak dikeluhkan beragam pihak termasuk aparat kementerian terkait. Namun .... tidak ada tindakan apapun juga dari pihak yang berwenang selain mengeluh dan berdalih atas ketidakmampuan para lelaki yang padanya disematkan jabatan menteri untuk menanggulangi masalah pencurian ikan tersebut.
Berkali-kali sudah menteri berganti-ganti dan selama bertahun-tahun itu pula para pencuri ikan berpesta pora seenaknya dan terang-terangan. Nelayan nusantara mungkin menjadi lupa, siapa tuan rumah sesungguhnya dari lautan nusantara ini. Para nelayan tradisionalkah atau para perompak ikan yang dengan seenaknya menjarah isi perut lautan.
Tulikah para aparat penjaga keamanan dan instansi kelautan dan perikanan ...... ? Atau mereka tidur lelap di atas tumpukan upeti yang disodorkan .... Atau mungkin memang mereka semua tak bernyali...., kecuali nyali mempertahankan jabatannya tanpa malu atas melempemnya kinerja mereka. Atau memang mereka sudah tidak peduli terhadap kedaulatan negeri ini kecuali kepedulian terhadap kepentingan diri, kelompok dan golongannya.
Susi Pudjiastuti - Mata Najwa 11 Feb 2015 |
Bisa jadi bangsa Indonesia memang harus menunggu seorang Susi Pudjiastuti, yang karena kesederhanaan pendidikannya menjadi sangat bernyali untuk melawan apapun yang merugikan nelayan. Kelompok masyarakat yang sangat lekat dengannya. Kelompok dimana dia memulai kiprah dan kemudian mengasah kepekaan naluri bisnisnya.
Susi mungkin bekerja hanya dengan naluri dan niat ikhlas untuk kemajuan dan kesejahteraan nelayan. Untuk kewibawaan negeri dan bangsanya. Bukan karena gila jabatan. Tidak ..... Susi tidak terlalu mempedulikan jabatan sebagaimana yang disampaikannya dalam acara Mata Najwa tanggal 11 Februari yang lalu:
"Saya akan mundur setelah menyelesaikan masalah Kelautan dan Perikanan. Setelah semua regulasi yang akan dipersiapkannya berjalan dengan baik dan ini saya prediksi berlangsung selama 2 tahun. Cukup 2 tahun"
2 tahun dirasa lebih dari cukup bagi seorang Susi Pudjiastuti untuk menduduki jabatan sebagai Menteri. Bukan main .... Sungguh mati .... baru kali ini seorang menteri menyatakan sendiri bahwa dia hanya akan menjabat selama 2 tahun saja dan mundur atas kemauan sendiri. Selama ini, tidak pernah ada menteri di Indonesia yang mengundurkan diri dengan sukarela, bahkan sekalipun kinerjanya sangat buruk.
Susi memang fenomenal...
Dia tidak menghitung untung rugi koceknya sendiri....
Jabatan sebagai Menteri mungkin hanya dianggap sebagai selingan belaka ...
Sebagai pembuktian bahwa pendidikan rendah tidak berarti rendah diri ...
Bahwa sekolah yang paling berpengaruh adalah kehidupan itu sendiri ...
Bahwa jabatan tidak sepantasnya menjadi tujuan memperkaya diri dan Susi mampu dan pasti akan bisa membuktikannya ...
Karena Susi sudah mencukupi dirinya sendiri...
Jauh..... jauh hari sebelumnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar