Awal bulan yang lalu, anak gadis saya memasuki usia 17 tahun. Usia yang cukup untuk memiliki Kartu Tanda Penduduk alias KTP. Kalau tidak salah ... setiap ada perubahan kependudukan, kita diwajibkan melaporkannya dalam jangka waktu 14 hari. Keterangan ini, biasanya tertulis dalam KTP.
Sehari sebelumnya, kebetulan si anak yang tinggal di asrama, mendapat libur sehingga dia berupaya mengurus permohonan pembuatan KTP dan .... amat disayangkan, walau hanya untuk pengambilan data saja, petugas di kelurahan menolaknya. Apa boleh buat .... kami harus mencari waktu luang lagi agar si anak diijinkan tidak masuk sekolah. Ijin sekolah yang agak sukar diperoleh mengingat mereka sedang mempersiapkan Ujian Nasional sehingga siswa "dilarang keras" tidak masuk sekolah.
Maka ... 3 minggu setelah hari ulang tahunnya, si anak diberi ijin tidak ikut kegiatan sekolah untuk mengurus KTP dengan syarat segera kembali ke sekolah/asrama. Jadilah ... usai menunaikan shalat subuh, kami menjemputnya ke sekolah agar dia dapat mengurus KTP dan kemudian mengantarnya kembali ke sekolah/asrama.
Rupanya ..... era pembuatan e-KTP sudah berakhir. Jadi ... kalau kita menghendaki langsung memperoleh KTP, maka KTP yang kita dapat adalah KTP "lama" yang tercetak diatas selembar "security paper" berukuran sekitar 4x8cm yang harus di laminated agar bisa bertahan lama. e-KTP dalam bentuk plastik seperti SIM atau kartu kredit hanya bisa diterbitkan dalam waktu 6 .... sekali lagi enam bulan kemudian.
Aneh bin ajaib ....
Tapi , segala yang aneh bin ajaib memang seringkali terjadi di negeri jamrud katulistiwa ini.
***
Beberapa tahun yang lalu, pemerintah era SBY menggulirkan program e-KTP. Maksudnya tentu baik.... sebagaimana slogannya "SATU KTP, KTP Nasional - SATU KTP, Satu Identitas.
Penerapan dan penggunaan e-KTP yang sekaligus merupakan "single ID" memang dimaksudkan agar tidak lagi terjadi KTP ganda bagi penduduk Indonesia dimanapun dia berada karena KTP ganda seringkali digunakan untuk maksud-maksud tertentu yang biasanya selalu bertujuan negatif dan merugikan banyak pihak.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa banyak pemilik KTP DKI Jakarta yang berdomisili di wilayah Bogor - Depok - Tangerang - Bekasi, masih mempertahankan KTP DKI Jakarta dengan beragam alasan. Menjadi rahasia umum pula bahwa banyak diantara mereka juga memiliki KTP di wilayah tempat tinggal non DKI Jakarta tersebut.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Dari sudut pandang positif, tentu karena wilayah sekitar (Bo-De-Ta-Bek) membutuhkan data kependudukan yang valid karena biasanya kucuran dana APBN yang mengalir ke daerah diperhitungkan dengan melihat jumlah penduduk. Kalau jumlah penduduknya sedikit, tentu kecil pula kucuran dana APBNnya. Maka yang terjadi pemerintah daerah setempat akan berusaha membujuk pendatang membuat KTP daerah walau si pendatang tidak melampirkan surat keterangan pindah yang secara otomatis seharusnya "mencabut" kepemilikan KTP daerah asal. Maka dengan demikian orang tersebut akan memiliki 2 KTP.
Kita tentu berharap bahwa praktek pembuatan KTP ganda tersebut semakin berkurang, walau keadaan ini juga masih meragukan. Bukankah belum lama ini terungkap bahwa salah satu petinggi penegak hukum Indonesia memiliki KTP ganda yang digunakan untuk membuka rekening bank?
Nah kembali ke e-KTP yang dicanangkan pemerintah sekitar, kalau tidak salah, 3 tahun yang lalu dan sekarang sudah berakhir, ada beberapa hal yang agak mengganggu pikiran.
Yang terutama adalah .... mengapa masyarakat saat ini hanya mendapatkan KTP dalam bentuk lama dan tidak bisa langsung memperoleh e-KTP dalam bentuk kartu plastik seperti kartu SIM atau kartu kredit? Menunggu 6 bulan ....? Dagelan apa pula, ini?
Bukankah mencetak data kependudukan ke atas kertas (security paper) sama mudahnya dengan mencetak data kependudukan ke atas kartu plastik. Bukankah, alat cetak kartu plastik tersebut sudah dimiliki pemerintah? Minimal di kecamatan, kalau tidak ada di setiap kelurahan. Atau mungkin .... atau di kantor walikota/kabupaten ....? Masakan "proyek penerapan sistem dan pembuatan/pencetakan e-KTP yang nilainya trilyunan rupiah hanya bisa dilakukan di kantor wilayah (provinsi) dinas catatan sipil dan kepenudukan? Atau mungkin malah di kantor Kementerian Dalam Negeri saja ....?
Bukankah secara logika, berbarengan dengan penerapan e-KTP, tentu tersedia kartu-kartu plastik siap cetak beserta printernya di setiap kelurahan. Bila di saat awal hanya tersedia di tingkat kabupaten/kota .... berdasarkan logika, sewajarnya alat kelengkapan operasional kependudukan tersebut dilengkapi hingga ke tempat dimana penduduk mengurus KTP. Di kelurahan untuk wilayah yang jumpah penduduknya sangat padat, di kecamatan untuk wilayah berpenduduk jarang. Secara logika yang wajar, sejak pencanangan e-KTP dengan karti plastik, maka sejak itu pula pencetakan KTP di atas security paper dihentikan dan dialihkan kepada kartu plastik. Kondisi ini sudah biasa terjadi untuk kartu kredit dan bahkan SIM. Jadi agak mengherankan kalau setelah pemerintah membuat program/sistem pendataan penduduk dan membeli seluruh peralatan (komputer, camera/retina detection, printer dll) termasuk kartu plastik, lalu segala peralatan tersebut hanya sekali digunakan, yaitu saat "gembar-gembor" program e-KTP. Lalu setelah pendataan/program pertama selesai, lalu mandek. Seluruh sistem/program data mandek, printer dan komputer tidak digunakan secara berkesinambungan. Kita kembali lagi menggunakan kartu dalam bentuk security paper. Jadi semua investasi itu mubazir ... tidak digunakan lagi? Alangkah mubazirnya program e-KTP ini ...
Di lain pihak, saat browsing e-KTP, saya menemukan bermacam bentuk kartu baik bentuk muka yang mencantumkan data penduduk, maupun kartu bagian belakang yang konon berisi data/chip. Entah program/sistem apa yang digunakan... Ataukah ada beberapa sistem yang digunakan? Kalau ya ... bagaimana mungkin mensinkronkan data kependudukan dalam satu ID sebagaimana yang dimaksud dalam slogan e-KTP.
Saya hanya ibu rumah tangga biasa dan sama sekali bukan ahli IT. Mengertipun, tidak ....! Tapi akal sehat saya melihat betapa banyaknya hal-hal janggal dalam program e-KTP ini...
Wallahu alam
Sehari sebelumnya, kebetulan si anak yang tinggal di asrama, mendapat libur sehingga dia berupaya mengurus permohonan pembuatan KTP dan .... amat disayangkan, walau hanya untuk pengambilan data saja, petugas di kelurahan menolaknya. Apa boleh buat .... kami harus mencari waktu luang lagi agar si anak diijinkan tidak masuk sekolah. Ijin sekolah yang agak sukar diperoleh mengingat mereka sedang mempersiapkan Ujian Nasional sehingga siswa "dilarang keras" tidak masuk sekolah.
Maka ... 3 minggu setelah hari ulang tahunnya, si anak diberi ijin tidak ikut kegiatan sekolah untuk mengurus KTP dengan syarat segera kembali ke sekolah/asrama. Jadilah ... usai menunaikan shalat subuh, kami menjemputnya ke sekolah agar dia dapat mengurus KTP dan kemudian mengantarnya kembali ke sekolah/asrama.
Rupanya ..... era pembuatan e-KTP sudah berakhir. Jadi ... kalau kita menghendaki langsung memperoleh KTP, maka KTP yang kita dapat adalah KTP "lama" yang tercetak diatas selembar "security paper" berukuran sekitar 4x8cm yang harus di laminated agar bisa bertahan lama. e-KTP dalam bentuk plastik seperti SIM atau kartu kredit hanya bisa diterbitkan dalam waktu 6 .... sekali lagi enam bulan kemudian.
Aneh bin ajaib ....
Tapi , segala yang aneh bin ajaib memang seringkali terjadi di negeri jamrud katulistiwa ini.
***
Beberapa tahun yang lalu, pemerintah era SBY menggulirkan program e-KTP. Maksudnya tentu baik.... sebagaimana slogannya "SATU KTP, KTP Nasional - SATU KTP, Satu Identitas.
Penerapan dan penggunaan e-KTP yang sekaligus merupakan "single ID" memang dimaksudkan agar tidak lagi terjadi KTP ganda bagi penduduk Indonesia dimanapun dia berada karena KTP ganda seringkali digunakan untuk maksud-maksud tertentu yang biasanya selalu bertujuan negatif dan merugikan banyak pihak.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa banyak pemilik KTP DKI Jakarta yang berdomisili di wilayah Bogor - Depok - Tangerang - Bekasi, masih mempertahankan KTP DKI Jakarta dengan beragam alasan. Menjadi rahasia umum pula bahwa banyak diantara mereka juga memiliki KTP di wilayah tempat tinggal non DKI Jakarta tersebut.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Dari sudut pandang positif, tentu karena wilayah sekitar (Bo-De-Ta-Bek) membutuhkan data kependudukan yang valid karena biasanya kucuran dana APBN yang mengalir ke daerah diperhitungkan dengan melihat jumlah penduduk. Kalau jumlah penduduknya sedikit, tentu kecil pula kucuran dana APBNnya. Maka yang terjadi pemerintah daerah setempat akan berusaha membujuk pendatang membuat KTP daerah walau si pendatang tidak melampirkan surat keterangan pindah yang secara otomatis seharusnya "mencabut" kepemilikan KTP daerah asal. Maka dengan demikian orang tersebut akan memiliki 2 KTP.
Bagian Belakang e-KTP versi 1 |
Kita tentu berharap bahwa praktek pembuatan KTP ganda tersebut semakin berkurang, walau keadaan ini juga masih meragukan. Bukankah belum lama ini terungkap bahwa salah satu petinggi penegak hukum Indonesia memiliki KTP ganda yang digunakan untuk membuka rekening bank?
Nah kembali ke e-KTP yang dicanangkan pemerintah sekitar, kalau tidak salah, 3 tahun yang lalu dan sekarang sudah berakhir, ada beberapa hal yang agak mengganggu pikiran.
Yang terutama adalah .... mengapa masyarakat saat ini hanya mendapatkan KTP dalam bentuk lama dan tidak bisa langsung memperoleh e-KTP dalam bentuk kartu plastik seperti kartu SIM atau kartu kredit? Menunggu 6 bulan ....? Dagelan apa pula, ini?
Bukankah mencetak data kependudukan ke atas kertas (security paper) sama mudahnya dengan mencetak data kependudukan ke atas kartu plastik. Bukankah, alat cetak kartu plastik tersebut sudah dimiliki pemerintah? Minimal di kecamatan, kalau tidak ada di setiap kelurahan. Atau mungkin .... atau di kantor walikota/kabupaten ....? Masakan "proyek penerapan sistem dan pembuatan/pencetakan e-KTP yang nilainya trilyunan rupiah hanya bisa dilakukan di kantor wilayah (provinsi) dinas catatan sipil dan kepenudukan? Atau mungkin malah di kantor Kementerian Dalam Negeri saja ....?
Bagian Belakang e-KTP versi 2 |
Di lain pihak, saat browsing e-KTP, saya menemukan bermacam bentuk kartu baik bentuk muka yang mencantumkan data penduduk, maupun kartu bagian belakang yang konon berisi data/chip. Entah program/sistem apa yang digunakan... Ataukah ada beberapa sistem yang digunakan? Kalau ya ... bagaimana mungkin mensinkronkan data kependudukan dalam satu ID sebagaimana yang dimaksud dalam slogan e-KTP.
Saya hanya ibu rumah tangga biasa dan sama sekali bukan ahli IT. Mengertipun, tidak ....! Tapi akal sehat saya melihat betapa banyaknya hal-hal janggal dalam program e-KTP ini...
Wallahu alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar