Senin, 28 September 2015

Ibadah Haji dan Musibah Mina

Ritual ibadah haji 1436H atau tahun 2015 Masehi, kembali menelan korban. Belum hilang dalam ingatan atas musibah runtuhnya crane di Masjidil Haram, akibat cuaca buruk, yang telah menewaskan jamaah yang sedang melaksanakan ibadah tawaf maupun sedang berada di masjid. Lalu ada kebakaran di hotel tempat jamaah Indonesia bermukim

Kini pada saat melaksanakan ritual ibadah lempar jumrah Aqobah di Mina, terjadi musibah yang jauh lebih besar lagi. Hari ini, Kamis 24 September 2015, diberitakan sudah lebih dari +700 orang meninggal dunia dan +800 orang lagi dirawat di rumah sakit karena terluka akibat dorongan dan desakan gelombang jamaah haji. 

Bagaikan kartu domino, tatkala satu kartu jatuh, maka serentak kartu-kartu yang berada dibelakangnya jatuh pula menimpa kartu di depannya. Jamaah yang berada di depan tak kuasa menahan gelombang dorongan jamaah di belakangnya, jatuh dan terinjak-injak. Itu sebab begitu banyak jamaah yang meninggal dunia dan terluka.  Korban meninggal dunia, masih mungkin bertambah.

Sedih dan prihatin, tentu kita rasakan ... tetapi menyalahkan pihak lain apalagi pihak kerajaan Saudi Arabia, tentu juga bukan cara yang bijak. Secara fisik, Makkah berkembang dan berubah luar biasa. Pemerintah Saudi telah berbuat banyak untuk melakukan pembangunan fisik, yaitu infrastruktur dan sistem transportasi, dan hingga sekarang, mereka terus menerus melakukan pembangunan dan penyempurnaan segala fasilitas dan kebutuhan jamaah haji dan umroh yang semakin meningkat. 

Di Madinah, area masjid Nabawi dipugar, bangunan-bangunan tua dibongkar dan dibangun hotel-hotel untuk menampung jamaah umroh maupun Haji yang jumlahnya jutaan orang setiap tahunnya.

Masjid Bir Ali, tempat jamaah umroh yang berangkat dari Madinah, melaksanakan miqat sudah diperluas pula, tentu dengan maksud agar jamaah memperoleh kenyamanan, saat membersihkan diri dan berganti pakaian dengan ihram, untuk memulai ibadah umroh. 

Padang Arafah, yang terletak sekitar 12km dari Makkah, selalu lengang di luar musim haji. Tidak terlihat kegiatan luar biasa kecuali bis-bis rombongan umroh yang bergantian, berhenti beberapa ratus meter dari Jabal Rahmah, bukit yang dipercayai sebagai tempat bertemunya Adam dan Hawa. 

Arafah di luar musim haji
Pemerintah Saudi Arabia terus menanami padang Arafah dengan pepohonan untuk mengurangi terik matahari.  Di samping itu juga terpancang tiang-tiang penyembur air yang menghasilkan butiran air untuk melembabkan udara agar panas terik gurun tidak terlalu menyengat kulit. Begitu juga dengan fasilitas toilet dan kamar mandi. 

Terbayangkah bagaimana susah dan besarnya biaya untuk menghijaukan gurun pasir dan menyediakan air? Padahal ... Arafah hanya digunakan 1 hari dalam setahun .... atau katakanlah 2 hari, kalau hari kedatangan/persiapan pra wukuf mau dihitung. Biaya yang dikeluarkan pemerintah Saudi untuk ini, tentu tidak bisa dihitung secara matematika dagang ... Tidak akan bertemu untung dan ruginya. 

Begitu juga dengan Mina. Kota "mati" yang hanya berpenduduk selama 3 hari saja. Mina adalah sebuah lembah di padang pasir yang terletak sekitar 5 kilometer sebelah Timur kota Makkah, yaitu antara Makkah dan Muzdalifah. Mina mendapat julukan kota tenda, pada musim haji, Mina akan dipenuhi dengan tenda-tenda tempat menginap jutaan jamaah haji seluruh dunia. Tenda-tenda itu, kini tetap berdiri meski musim haji tidak berlangsung.
menjelang wukuf

Mina hanya akan dipadati penghuni saat  yaitu sebelum jamaah haji menuju Arafah pada tanggal 8 Dzulhijah atau sehari sebelum wukuf di Arafah dan saat jamaah haji melakukan ritual jumrah. Jamaah mengikuti ritual ibadah haji yang dilaksanakan oleh Rasulullah, yaitu tinggal di Mina sehari semalam sehingga dapat melakukan shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Subuh. Kemudian setelah sholat Subuh tanggal 9 Dzulhijah, jamaah haji berangkat ke ArafahSecara resmi jamaah haji Indonesia, umumnya langsung menuju Arafah, walau ada beberapa yang memisahkan diri dan melakukan perjalanan ke Arafah dengan berjalan kaki, via Mina. 

Mina paling dikenal sebagai tempat dilaksanakannya kegiatan lempar jumrah dalam ibadah haji dimana jamaah haji berkunjung lagi ke Mina setelah selesai melaksanakan wukuf di Arafah untuk melaksanakan ibadah melempar jumrah. Tempat atau lokasi melempar jumrah ada 3 yaitu Jumrah Aqabah, Jumrah Wusta dan Jumrah Ula. Jamaah haji juga diwajibkan mabit (bermalam) di Mina, yaitu malam tanggal 11,12 Dzulhijah bagi jamaah haji yang melaksanakan Nafar Awal atau malam tanggal 11,12,13 dzulhijah bagi jamaah yang melaksanakan Nafar Tsani. 

Apa penyebab musibah ini? Ada banyak penyebab yang memungkinkan terjadinya musibah ini, terutama tentunya dari para jamaah dan para pembimbingnya. Mau tidak mau, kita harus mawas diri dan introspeksi diri sendiri harus menyalahkan pihak manapun juga. Pemerintah Indonesia dan pemerintah Saudia inshaa Allah, sudah melakukan yang terbaik untuk keamanan dan kebaikan para tamu Allah walau tentu tidak memuaskan para pihak. 

suasana Arafah saat Wukuf
"Menjamu" dan mengurusi hampir 3 juta manusia yang "harus berada di suatu tempat dengan area yang sangat terbatas dalam waktu yang bersamaan, tentu bukan pekerjaan yang mudah, betapapun sudah diatur dengan jadwal yang sangat ketat. Perjalanan 3 juta manusia dari Makkah-Arafah yang berjarak 12 km, apakah melalui Mina terlebih dahulu atau langsung ke Arafah, tentu bukan hal mudah. Apalagi kalau hal ini dilakukan dalam waktu hanya 24 jam sebelumnya. Meminta jamaah untuk berangkat dan berdiam lebih dari 24 jam di padang pasir, tentu bukan pula solusi yang baik. Ini memerlukan logistik dan sanitasi yang luar biasa besarnya.

Bayangkan saja, andai mereka berangkat dengan bus berkapasitas 50 orang, berarti sama dengan 60.000 bus atau 2.500 bus yang harus berangkat dalam waktu 1 jam atau +42 bus per menit. Itu sebabnya pemerintah Saudia memutuskan membangun kereta api, khusus untuk keperluan tersebut. Hanya untuk melayani jamaah selama musim haji. Setelah musim haji .... fasilitas transportasi tersebut menganggur, karena padang pasir Arafah bukanlah tempat tinggal atau kota. Begitu juga dengan Mina.  

Maket areal Jumrah
Di samping itu, bukankah, dalam banyak pemberitaan sudah kita dengar bahwa setiap negara/maktab sudah diberikan jadwal untuk melaksanakan jumrah. Bahkan area jumrahpun telah diperluas/ditambah sehingga bertingkat-tingkat guna menampung jumlah jamaah yang lebih besar lagi. Masalahnya kembali kepada kita sendiri. Mampukah atau lebih tepat lagi, maukah kita mematuhi jadwal yang sudah ditentukan? Pada kenyataan, TIDAK .... selalu ada godaan, terutama dari para pembimbing, untuk melaksanakan ritual lempar jumrah pada waktu yang dianggap AFDAL, lebih utama, karena konon pada waktu itulah Rasulullah melaksanakan lempar jumroh.

Pembimbing jamaah, baik itu yang berasal dari kelompok/regunya dan terutama lagi dari Kelompok Bimbingan Ibadah Haji yang dianggap orang-orang yang mumpuni di bidang ibadah khususnya dalam ritual haji, seringkali "menggoda" atau mengajak regu/kelompoknya untuk melaksanakan ibadah haji sesuai dengan apa yang dilaksanakan oleh Rasulullah.... Mereka mungkin lupa, bahwa jumlah jamaah haji sekitar 14 abad yang lalu, tidak sebanyak sekarang.

Belum lagi upaya perlindungan kelompok, dan ini biasanya dilakukan oleh jamaah dari negara-negara Afrika dan Turki. Mereka akan membentuk barikade, bergandengan tangan dengan sangat erat, berjalan serentak dan seringkali "menerjang" apapun dan siapapun yang ada didepannya. 


tiang sebagai penanda tempat pelemparan batu
Mungkin bukan maksud mereka "menerjang" jamaah di depannya, tetapi kekhawatiran kehilangan kepala rombongan, membuat mereka tidak akan pernah melepaskan barikadenya saat bertemu rombongan lain yang berada di depannya. Sebagai akibat dari terjangan badan2 besar itu, tentu rombongan depan akan terpelanting. Diperparah lagi dengan derasnya arus jamaah dari belakang. Maka bisa terbayangkan bahwa akan banyak jamaah yang jatuh dan terinjak-injak.

Sedih ..... Tapi begitulah kenyataannya. Siapa yang salah ...? Entahlah .... Itu sebab pula Saudi membatasi jumlah jamaah haji melalui kuota per jumlah penduduk negara terkait. Agar pemerintah Saudi bisa memberikan pelayanan yang baik bagi para tamu Allah.

Bagi jamaah yang berasal dari negara berkembang, yang pada umumnya, sebagian besar datang dari golongan masyarakat berpenghasilan dan berpendidikan rendah, mungkin sukar memberikan pemahaman untuk mengutamakan keselamatan. 


suasana melempar Jumrah
Mereka umumnya "pasrah bongkokan" pada pembimbingnya. Pemerintah Indonesia mungkin harus mengevaluasi pola bimbingan jamaah haji. Manasik Haji selama ini hanya "berkutat" pada ritual ibadah dan doa-doa saja. Sedikit tentang cara menjaga kesehatan selama berhaji. Mungkin mereka lupa memberitahu bagaiman cara dan etika berada di dalam pesawat terbang, agar tidak menggunakan air semaunya, membuang kertas di lavatory. Bagaimana adab berada di hotel/naik lift dan hal lainnya yang pasti baru pertama kali mereka lihat dan kenal.

Ibadah haji adalah ibadah fisik. Tentu akan lebih baik bila ibadah ini dilaksanakan oleh orang muda dan "terdidik", minimal mengerti dan mau mengerti tata cara bukan saja tentang ibadahnya tetapi juga etika dan hal-hal non ibadah. Melarang jamaah berusia lanjut, tentu bukan pula hal yang bijak. Apalagi mereka, pada umumnya telah mengumpulkan uang sedikit demi sedikit demi menggenapi Rukun Islam. Yang bisa dilakukan mungkin adalah agar pemerintah lebih selektif dalam hal menunjuk ketua regu/kelompok dan melaksanakan pembinaan pada KBIH, terutama untuk hal-hal non peribadahan.

Buat sebagian masyarakat Indonesia, terutama mereka yang bertempat tinggal diperkampungan dan pedesaan, HAJI berarti peningkatan status sosial dan jangan salahkan mereka bila mereka rela melaksanakannya sebelum ajal menjemput. Wallahu alam ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...