Kamis, 03 September 2015

MEA dan WISUDA Sarjana / PENERIMAAN MAHASISWA BARU

Entah sudah berapa kali saya menghadiri acara wisuda sarjana dan penerimaan mahasiswa baru di universitas Indonesia, namun acara pada tanggal 28 - 19 Agustus 2015  ini terasa sedikit lebih istimewa karena anak kedua saya ada di dalam barisan mahasiswa baru. Itu sebab, sejak awal sudah saya pesankan pada suami bahwa saya akan hadir di acara tersebut. Ge-er banget hehe ....

Siang hari, Jum'at 28 Agustus 2015, usai shalat Dhuhur, saya segera meluncur ke kampus UI di Depok, menjemput suami dulu di kantornya lalu masuk ke gedung pusat administrasi universitas, tempat peserta acara berkumpul.

Sekitar jam 14.15, kami para pendamping, di antar menuju Balairung Universitas Indonesia karena acara sudah akan dimulai. Saya bersyukur mendapat tempat di jajaran pertama Balairung, arah jalan keluar rektor dan guru besar.

Sepertinya ada yang berubah dari suasana wisuda dan penerimaan mahasiswa baru kali ini, terutama tentunya dari kemeriahan dan keriuhan teriakan para mahasiswa baru meneriakkan yel-yel fakultasnya. Kondisi ini sebetulnya sudah mulai terasa saat mahasiswa baru mengikuti masa orientasi kegiatan kampus - OKK dan MADK (yang ini saya lupa apa singkatannya) dimana kelompok mahasiswa baru yang terdiri dari 10 orang, diwajibkan terdiri dari beragam fakultas dan membaurkan antara rumpun science, humaniora dan kesehatan. Tentu maksudnya agar ego fakultas menjadi hilang. Baguslah ..... kita memang harus bersatu dan menghilangkan ego sektoral. Indonesia harus bersatu padu terutama menghadapi era MEA alias Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan mulai berlaku pada bulan Desember 2015.


Kalaupun ada yang hilang dari wisuda sarjana & penerimaan mahasiswa baru tahun 2015 ini hanyalah kemeriahan dan keriuhannya saja. Acara menjadi "sedikit lebih senyap", kurang greget ... tapi, andai kesenyapan itu mampu diganti dengan kesadaran bahwa mahasiswa baru Universitas Indonesia adalah bagian dari suatu kesatuan bangsa dan negara Indonesia yang harus saling menguatkan dan kompak untuk masa depan bangsa, kenapa tidak...? Hal ini tentu harus dimulai dari kampus, karena mahasiswa adalah calon pemimpin dan penggerak kehidupan berbangsa dan bernegara. Harapan dan masa depan kita semua.
***

Mungkin banyak diantara kita yang belum sadar bahwa pada akhir tahun 2015 ini, yaitu pada bulan Desember 2015, perjanjian/kesepakatan untuk menyatukan bangsa - bangsa ASEAN ke dalam suatu ikatan masyarakat berbasis ekonomi, mulai diberlakukan.


Apakah MEA itu?
MEA–Masyarakat Ekonomi Asean atau juga disebut AEC (Asean Economic Community) adalah integrasi ekonomi ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN. MEA dirancang untuk mewujudkan Wawasan ASEAN 2020, dan telah disepakati oleh seluruh negara anggota ASEAN lebih dari 1 dekade yang lalu.

Apa artinya bagi kita, bagi masyarakat di Negara–Negara ASEAN dan khususnya Indonesia? Itu berarti bahwa Indonesia harus mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang trampil, cerdas, dan kompetitif untuk menghadapi persaingan yang akan sangat ketat dan berat. Ketat dan berat karena Indonesia dan negara manapun yang tergabung dalam ASEAN tidak bisa menutup diri dari masuknya barang dan/atau tenaga kerja dari negara ASEAN. Ini bisa dikatakan sebagai awal pemberlakuan WTO beberapa tahun yang datang.

Siapkah kita–Indonesia menghadapi persaingan yang akan dimulai di akhir tahun 2015?[i]
Untuk menjawab pertanyan itu, kita perlu memperhatikan unsur apa saja yang akan dan harus diperhatikan dengan pemberlakuan MEA tersebut. 

Ada empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat dijadikan suatu momentum yang baik untuk Indonesia.

Pertama, Negara–Negara di kawasan Asia Tenggara akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi agar tidak terjadi hambatan atas pergerakan arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan skilled labour dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.

Kedua, MEA dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi tinggi dan memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce agar tercipta iklim persaingan yang adil; ada perlindungan dari sistem jaringan perlindungan konsumen; mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan transportasi yang efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation, dan; meningkatkan perdagangan berbasis online.

Ketiga, MEA dijadikan sebagai kawasan perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM) untuk meningkatkan kemampuan daya saing dan dinamisme UKM dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan kemampuan sumber daya manusia dalam bidang keuangan, serta teknologi. 

Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi dan bantuan terhadap negara-negara anggota yang kurang berkembang agar terjadi peningkatkan partisipasi Negara Asean pada skala regional termasuk untuk mengintegrasikannya secara global.

Berdasarkan ASEAN Economic Blueprint, MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk memperkecil kesenjangan antara negara-negara ASEAN dalam hal pertumbuhan perekonomian dengan meningkatkan ketergantungan anggota–anggota di dalamnya. MEA dapat mengembangkan konsep meta-nasional dalam rantai suplai makanan, dan menghasilkan blok perdagangan tunggal yang akan menangani dan bernegosiasi dengan eksportir dan importir non-ASEAN.

Secara teroritis, bagi Indonesia, MEA akan menjadi kesempatan untuk mengurangi hambatan perdagangan sehingga terjadi peningkatan ekspor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja karena tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam di berbagai Negara ASEAN yang dapat dimasuki. Akses untuk pergi keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi  lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan.

Masyarakat Ekonomi Asean - MEA nantinya tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya. MEA juga mensyaratkan adanya penghapusan aturan-aturan yang sebelumnya menghalangi perekrutan tenaga kerja asing. Keterbukaan ini jelas akan  memunculkan risiko ketenagakerjaan bagi Indonesia dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia. Walau intinya, MEA lebih membuka peluang tenaga kerja asing untuk mengisi berbagai jabatan serta profesi di Indonesia yang tertutup atau minim tenaga asingnya namun persaingan di bursa tenaga kerja akan semakin meningkat.[ii] Satu hal yang sudah bisa dipastikan, sarjana Indonesia dan tenaga kerja Indonesia pada umumnya akan dan harus bersaing dengan tenaga kerja dari negara-negara ASEAN. Bukan saja di sesama negara ASEAN )luar negeri) tetapi bahkan di dalam negeri sendiri. Apalagi ada kecenderungan bahwa banyak perusahaan (swasta) yang lebih suka menggunakan tenaga asing pada posisi tinggi di perusahaan, karena pada umumnya tenaga kerja Indonesia menjadi lebih patuh bila pimpinannya adalah orang asing. Miris .....

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah tenaga kerja Indonesia bisa bersaing dengan negara Asia Tenggara lain?
Secara jujur ada kekhawatiran karena banyak pekerja muda yang belum menyadari adanya kompetisi yang semakin ketat. Selain kemampuan Bahasa Inggris yang kurang, kesiapan mereka juga sangat tergantung pada mental. Banyak yang belum tahu dan belum siap kalau mereka akan dan harus bersaing dengan tenaga asing, apalagi kalau harus bekerja di luar Indonesia. Sementara di dalam negeri akan banyak perusahaan yang akan menemukan pegawainya kurang terampil atau bahkan salah penempatan kerja karena kurangnya pelatihan dan pendidikan profesi. Indonesia tentu tidak ingin "kecolongan" dan tidak boleh kecolongan. Inilah wajah persaingan kerja yang akan dihadapi oleh sarjana baru dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi. 

Kita memang tidak perlu berkecil hati dengan persaingan era MEA tersebut. Kondisi ini harus dijadikan sebagai tantangan untuk membuktikan bahwa sarjana Indonesia, dengan bekal yang sudah diperoleh dari institusi pendidikannya, mampu bersaing bukan saja di dalam negeri tetapi mampu pula masuk mengisi kekosongan tenaga pendidik di Negara – Negara jiran terutama pada Negara serumpun.

Momentum MEA ini juga diharapkan, walau agak terlambat, agar kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi berbenah diri ... mengingatkan pada 134 PTN dan sekitar 4000 PTS untuk berbenah diri, meningkatkan kualitas institusi dan lulusannya. Masa depan Indonesia kini ada di di kedua Kementerian tersebut.

Semoga sarjana dan tenaga kerja Indonesia mampu menjadi tuan di negerinya sendiri sekaligus mampu bersaing dan berdiri tegak, bekerja di negara-negara ASEAN kelak




[i] http://crmsindonesia.org/knowledge/crms-articles/peluang-tantangan-dan-risiko-bagi-indonesia-dengan-adanya-masyarakat-ekonomi
[ii] http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/08/140826_pasar_tenaga_kerja_aec

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...