Dear dr Tan, saya senang
sekali membaca rubrik yang Dokter asuh. Jawaban dokter dari setiap pertanyaan
sangat tegas, lugas dan cerdas. Saya pernah dengar seminar dari salah seorang
ahli gizi manusia harus mengonsumsi susu sejak lahir hingga menutup mata
(meninggal) sedangkan menurut dokter Tan manusia hanya mengonsumsi susu sejak
0-2 tahun saja itupun hanya ASI.
Saya yang orang awam ini jadi
bingung Dok. Anak saya sudah berumur 3 tahun, apakah anak saya masih perlu
mengonsumsi susu? Saya harap Dokter berkenan untuk menjawabnya.
Veni, Bekasi
—————
Jawaban :
Dr. Tan Shot Yen:
Hai Veni,Jika anda mengikuti
rubrik saya sungguh-sungguh dan MEMBACA SEMUA INFORMASI BERMANFAAT melalui
jalur internet dengan situs-situs yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana
pernah saya kutipkan sebelumnya, tentu anda tidak akan bingung.
Anda akan terbiasa
bertanya,”Mengapa?” dan “Mengapa?” lagi dan selanjutnya menjadi kritis dengan
jawaban yang diberikan sebelum ‘menelan’ mentah-mentah jawaban dari siapa pun,
pakar di bidang apa pun.
Letak permasalahannya bukan
pada perdebatan atau siapa yang salah dan siapa yang benar. Jika pendapat pakar
(yang bisa salah bisa benar) saja yang dijadikan pegangan, maka kepentingannya
terletak justru pada si pakar tersebut dan apa/siapa yang dibelanya, ada unsur
kepentingan apa di balik opini-opininya, pihak mana yang mendukungnya untuk
menyuarakan pendapatnya itu.
Begitu pula dengan menghadapi
semua paparan saya. Karena itu saya selalu sertakan bacaan atau sumber informasi
lain sebagai pembanding, jika pembaca membutuhkannya untuk memperluas pandangan
serta menilai. Sehingga pada akhirnya kita sama-sama paham, siapa yang
diuntungkan atau sebenarnya masyarakat diperlakukan sebagai tujuan atau sekadar
dijadikan sarana diam-diam demi kepentingan yang sesungguhnya BUKAN untuk
setinggi-tingginya kesehatan manusia.
Karena itu, ilmu kesehatan
sangat tidak mungkin berdiri sendiri. Kita perlu merujuk pada antropologi,
sejarah pola hidup dan pola makan manusia, sejarah kepentingan teknologi
industri pangan maupun kesehatan, dan kembali lagi : apakah cocok untuk
kesejahteraan manusia yang optimal lahir-batin-mental-spiritual?
Saya tidak pernah paham dengan
alasan mengapa manusia harus mengonsumsi susu selama usia pertumbuhan yang bukan
dari ASI, apalagi sepanjang hayat – seakan-akan bahasanya seperti yang sering
dipakai di kalangan pergaulan anak gadis saya: “Nggak cocok? Paksain
ajaaaaaaa!!”
1. Kita perlu belajar dari hewan menyusui. Bahwa susu hanya cocok sebagai
“makanan antara”, ketika bayinya belum sanggup mengunyah dan mencerna.
Begitu
bisa tegak, berjalan, mencari makan dan mampu mengunyah makanan padat, maka
SUSU BUKAN LAGI KONSUMSI ALAMIAHNYA. Saya tidak menyamakan manusia dengan hewan
menyusui, tapi kita perlu belajar dari alam, fakta dan menyadari berbagai unsur
permainan “kepentingan yang lain” di balik jargon kesehatan yang hanya dipakai
untuk nilai jual.
Faktanya,
enzim pencernaan manusia untuk mencerna susu juga sudah mulai menyusut pada
usia 2-3 tahun.
Berbarengan
dengan itu, gigi manusia pun SUDAH KOMPLIT di usia 2 tahun. Aha! Cocok, bukan?
Lepas dari susu, kunyah makanan padatnya!
2. Alam tidak menyediakan susu apa pun selain ASI untuk konsumsi manusia.
Susu sapi
hanya untuk generasi penerus sapi. Susunannya pun sama sekali tidak cocok untuk
manusia.
Sekali
lagi, komposisi susu sapi hanya untuk membuat anak-anak sapi gemuk, bertulang
besar, tidak perlu pandai apalagi menikmati umur panjang.
Susu sapi
alami sama sekali tidak cocok untuk manusia. Karena “dipaksakan” supaya cocok,
maka agar tidak mengandung bakteri, manusia melakukan sterilisasi susu antara
lain dengan pasteurisasi – efek sampingnya? semua zat gizi susu rusak total
(karena itu setelah proses sterilisasi perlu diimbuhkan berbagai zat dari luar
supaya kelihatan “bergizi”-proses pasca sterilisasi inilah membuat heboh
‘menyusup’nya bakteri beberapa waktu yang lalu).
Begitu
pula agar kolesterol susu sapi yang tinggi tidak membuat manusia kegemukan dan
naik kolesterolnya, ditemukanlah teknik yang membuat susu sapi mendapat istilah
‘skim’, karena minyaknya ditarik/diambil efek sampingnya? manusia tetap gemuk.
Karena bukan melulu kolesterol yang bermasalah, tapi GULA SUSU (Laktosa) dan
KEASAMANNYA yang membuat tulang justru semakin keropos.
Supaya
“cocok” juga untuk kebutuhan kecerdasan anak manusia, maka pemaksaannya adalah
lewat jalur teknologi. Susu sapi yang miskin gizi itu ditambahkan zat-zat/asam
amino yang diduga sebagai bagian dari kebutuhan perkembangan saraf dan otak.
Padahal, kecerdasan LEBIH DARI SEKADAR ASAM AMINO atau zat yang diimbuhkan
tersebut. Kecerdasan anak berkaitan sangat erat dengan IMD (Inisiasi Menyusu
Dini) saat anak mengintegrasikan KECERDASAN PERTAMANYA secara instinktual untuk
merayap menemukan puting susu ibu selepas dilahirkan sekaligus gerakan merayap
tersebut menyelesaikan dan mengintegrasikan refleks-refleks primitifnya!
Kecerdasan
terletak pada antibodi prima MANUSIA yang alami, yang hanya terdapat dalam ASI
hingga usia 2 tahun saja. Kecerdasan juga berhubungan dengan pematangan “sambungan-sambungan
sistem syaraf” dari 3 susunan otak manusia (reptilian brain yang primitif:
hanya mengurus sistem pertahanan diri/survival, mamalian brain yang berfungsi
mengenali cinta, rasa aman, peduli, kekeluargaan dan neo-mamalian brain yang
baru setelah usia 6 tahun mengenal istilah cara pikir ‘rasional’.
Kecerdasan
manusia bukan melulu tentang pandai berhitung dan berbahasa asing, tapi cerdas
secara emosional, spiritual. Sehingga yang membuat manusia maju dan makmur
bukan hanya mereka yang ber IQ (Intelligence Quotient) tinggi, tapi juga ber EQ
(Emotional Quotient) tinggi sehingga mampu menjalin relasi, serta ber SQ
(Spiritual Quotient) membanggakan sehingga mampu bersyukur, berhubungan mesra
dengan Penciptanya.
Mana ada
anak sapi bisa begini?
3. Jika argumen bahwa susu diasup sebagai sumber kalsium (yang dipercaya
menguatkan tulang), maka perlu ditegaskan kembali :
APAKAH
HANYA SUSU SATU-SATUNYA SUMBER KALSIUM?
Saya
mencurigai ‘nasehat-nasehat’ yang menganjurkan orang minum susu akhirnya
sebatas karena penelitian yang sangat sepihak, sangat kadaluwarsa bahkan, dan
celakanya: karena ‘kepercayaan’ seri nutrisi jaman penjajahan Belanda yang
masih berurat akar.
Tulang
pun menjadi kuat BUKAN SEMATA-MATA HANYA KARENA KALSIUM. Melainkan kita perlu
mengasup Magnesium, Seng (Zinc), Boron, Mangaan, Provitamin D-3, dll. Nenek
moyang kita sebelum mengenal pabrik susu tidak pernah menderita patah tulang
akibat keropos sebelum waktunya. mengapa? sekali lagi, mereka mengonsumsi
makanan ALAM yang DIKUNYAH, yang juga memperkuat tulang selepas susu ibu di
atas 2 tahun!
Saya
pernah menulis di tabloid ini pula, bahwa mengonsumsi 1 cangkir selada bokor
(iceberg lettuce) memberikan kekuatan tulang yang di hari tua, mencegah
terjadinya patah tulang panggul! (telah dirisetkan oleh para ahli dari Harvard
University, Amerika Serikat yang melibatkan 72.000 wanita).
Kalsium
pada susu yang bukan ASI sekali lagi saya tegaskan, TIDAK DIKENAL oleh tubuh
manusia. Oleh karenanya bersifat “Non-bio-available”- jadi, bukannya membuat
tulang lebih kuat, malah kalsium akan ‘nyasar’ ke tempat yang salah… dan tempat
yang paling sering menjadi sasaran pendaratan kalsium adalah dinding pembuluh
darah!
Bukannya
mendapatkan manfaat positif dari susu, malah mendapat bonus penyakit yang
sangat tidak menyenangkan: penebalan dinding pembuluh darah dan segala
akibatnya (sebagaimana telah dipaparkan dalam salah satu jurnal kedokteran anak
oleh Dr. Frank Oski, Upstate Medical Center Department of Pediatrics, USA).
Orang Amerika dan Eropa Utara mengonsumsi 800mg–1200mg kalsium sehari, tapi
tetap saja mereka lebih menderita osteoporosis/keropos tulang daripada orang
Asia dan Afrika yang mengonsumsi 300 mg – 500 mg kalsium per hari.
Mengapa?
daging merah, gula, tepung dan bahan makanan berupa bumbu non-alam menyebabkan
keasaman darah meningkat. Untuk menetralisirnya, tubuh mengambil kalsium (yang
bersifat alkalis) dari tulang. Sehingga masalah osteoporosis bukanlah bahwa
seseorang itu tidak cukup memakan kalsium.
Masalahnya
adalah mereka kehilangan kalsium. Dengan demikian, mengasup lebih banyak
kalsium ke dalam tubuh bukanlah jawabannya, karena Anda bisa kehilangan lebih
banyak daripada yang Anda asup (misalnya dengan tetap memakan daging merah,
gula, terigu, beras, berbagai saus dan kecap produksi pabrik, dll).
Apabila
ekstra kalsium yang dikonsumsi berasal dari makanan yang mengandung protein
tinggi seperti susu, keju dan es krim, keadaan menjadi lebih buruk karena
makanan ini adalah pembentuk asam yang sangat tinggi. Tubuh semakin kehilangan
kalsium.
4. Dari hasil konvensi dunia (World Breastfeeding Week, 1-7 Agustus 2006),
Elisabeth Sterken, BSc.MSc Nutritionist INFACT Canada/North America menuliskan
bahwa susu bukan ASI menyebabkan: meningkatnya risiko asma, alergi, penurunan
perkembangan kecerdasan, peningkatan risiko infeksi saluran napas atas,
kekurangan nutrisi yang tidak didapatkan dalam susu non ASI, risiko kanker masa
anak, risiko penyakit kronik, risiko diabetes, risiko penyakit kardiovaskuler,
risiko kegemukan, risiko infeksi pencernaan, risiko radang telinga, risiko
semua efek samping akibat PENAMBAHAN ZAT YANG TIDAK SEMESTINYA DALAM SUSU
BUBUK/CAIR (sudah terbukti mulai bakteri hingga melamin, bukan? tunggu saja
‘seri berikutnya’)
Anda
belum mengikuti pelatihan saya mengenai “teknik membaca label makanan produksi
pabrik”, bukan? Naaaaaahh!! ada baiknya anda mulai membalik kemasan susu anak
anda. Banyak istilah “ajaib” yang membuat anda mengerenyitkan dahi.
Semua
susu sudah mengandung laktosa/gula susu, seperti saya sebut di atas. Namun
supaya “betah” di lidah anak yang doyan manis “tingkat tinggi" (yang
penting doyan, kan?
Mana ada
pabrik mau peduli dengan masalah kelebihan karbohidrat buruk!) tetap diimbuhi
“sukrosa” (gula rantai panjang!) atau “corn syrup” (gula ‘pembunuh’ nomor satu
di Amerika Serikat), belum lagi “perisa” (Apakah anda paham betul istilah ini?
Nama lainnya adalah rasa SINTETIS!), dan susunya pun berasal dari “skimmed,
powdered, milk”.
Bahkan
susu cair pun melalui proses skim dahulu. Anda perlu pun bisa terheran-heran,
mengapa susu yang sudah cair perlu dijadikan bubuk, lalu dibuat ‘cair’ lagi.
30-40
tahun yang lalu (ketika anak Indonesia mentah-mentah menolak susu karena tidak
doyan bau susu dan harus ‘dipaksa’ minum), label komposisi susu bubuk cukup
tertulis: WHOLE MILK. Titik. Risiko whole milk pun membuat manusia terpaksa
seperti sapi sungguhan: gemuk, bodoh, lamban, berusia pendek).
Semestinya
para pakar yang memang mau menyuarakan tentang susu, sebelumnya perlu mengikuti
konvensi dunia serupa ini yang memang diselenggarakan bagi para pakar, pengayom
kesehatan dan informasi yang terbaru bagi masyarakatnya.
Konvensi
ilmiah yang berkualitas tinggi dan kredibel tentu diselenggarakan tanpa sponsor
pabrik teknologi pangan atau farmasi yang mempunyai kepentingan di dalamnya!
5. Sebagai tambahan, salah satu pilihan : anda bisa membuka situs Dr.
Mercola, http://www.mercola.com
, ketik “milk” (atau topik apa pun yang anda ingin ketahui) di kolom mesin
pencari artikelnya. Anda akan berkelana ke ‘dunia baru’ dan membaca berbagai
hal yang telah diperjuangkan banyak orang saat ini, sementara negara kita masih
menjadi ‘keranjang pembuangan’ berbagai produk yang sudah tidak lagi diterima
masyarakat dari mana produk itu berasal.
Saya sangat menyesali
kepercayaan dan mitos akan susu ini merasuk di benak ibu-ibu yang hidup dengan
ekonomi pas-pas-an, sehingga ada faham ‘asal anak sudah minum susu, rasanya
aman!’ padahal gizi anak membutuhkan lebih.
Anak bergigi membutuhkan
makanan untuk dikunyah, dengan sumber karbohidrat-protein-dan lemak yang jauh
lebih tinggi tingkatannya. Bukan susu yang berasal dari sapi dengan pakan
buatan manusia bernama MBM/Meat-Bone-Meal yang menyebabkan sapi membentuk
protein asing bernama Prion sebagai cikal bakal sapi gila/madcow (Lihat Nyata
edisi II Agustus 08, edisi IV Mei 08)
Anak-anak kita bertulang dan
bergigi kuat hingga akhir hayatnya karena gaya hidup sehat, bukan minum susu
segelas tiap malam sambil terpana di depan televisi atau game komputer, yang
lincah hanya kedua jempol tangan kanan-kirinya.
Gaya hidup sehat mengandalkan
makanan alam lepas campur tangan industri, tubuh bergerak keseluruhan bermain
petak umpet, lompat tali atau layang-layang.
Sumber : Rubrik Dr. Tan Shot
Yen di tabloid Nyata.
Selama ini kita dimanjakan dengan makanan dan minuman pabrik dab efeknya sangat terasa.. padahal IMD itu sangat penting dan masih banyak orang yg tidak berani melakukannya. Terima kasih Dok, uraian di atas sangat bermanfaat.
BalasHapus