Selasa, 29 Maret 2016

Pedagang Kue Semprong

kue semprong
Anak-anak jaman sekarang mungkin tidak ada yang tahu wujud asli jajanan sehari-hari yang dikenal sebagai kue semprong, walau dalam bentuk modern banyak dijual di toko swalayan dengan kemasan kaleng atau kotak karton dengan beragam varian bentuk dan diisi krem, biasanya coklat, mocca atau strawberry.

Makanan "kampung" yang asli, memang sudah jarang ditemukan atau dijajakan. Mungkin karena kemasannya yang sangat sederhana, apalagi kalau penjualnya kumuh, kurang menggugah selera walau harganya relatif murah. Saya tidak tahu apakah harga 12.000 rupiah sudah termasuk mahal untuk sekantong kue semprong berisi sekitar 30 buah. Kita sudah yang terlanjur lebih kenal dengan kue semprong modern  yang dinamai Rolls dalam kemasan modern dan beragam rasa dan tentunya dengan rasa yang lebih enak dan berkelas. Ada rasa dan kualitas.... tentu ada harga yang harus dibayar.

Beberapa tahun yang lalu, kami biasa membeli kue semprong di pelataran parkir, tepatnya di depan tangga masuk bagian samping Lotte Mart di bekas gedung d'best jalan RS Fatmawati. Pedagang yang kurus kering dengan wajah memelas, menawarkan dagangannya kepada orang yang lalu lalang, keluar masuk melalui tangga tersebut. Entah berapa banyak orang yang berminat membeli dagangannya, karena setiap kami belanja ke Lotte Mart tersebut, dagangannya masih bertumpuk di pikulannya. Padahal, hari sudah cukup larut. Hampir jam 21.00. Sedih rasanya melihat wajahnya yang memelas, berharap ada yang berminat membeli kue semprong yang dibawanya dari kawasan Cengkareng. Betapa berat perjuangannya mencari sesuap nasi untuk menghidupi keluarganya, yang konon ditinggalkannya di kampung.
 
kue semprong modern alias ROLLS

Sejak kami pindah menjauh dari wilayah jalan RS Fatmawati menuju wilayah perbatasan Jakarta Selatan, kami tentu saja tidak lagi berkunjung ke Lotte Mart di pertigaan jalan RS Fatmawati dan jalan Cipete Raya. Ada rasa sedih, tidak lagi bisa menjumpai pedagang kue semprong yang belakangan juga menjual rempeyek kacang dan rempeyek teri. Bukan karena senang melihat "kemiskinan dan kesusahan"nya dalam upaya mencari sesuap nasi .... tapi jujur harus diakui, ada rasa senang melihat wajah sumringahnya manakala melihat kami berkunjung ke pasar swalayan tersebut. Sepertinya, tergambar seraut asa di wajahnya. 

Sekarang, untuk sengaja berkunjung kesana, memang agak berat dan membuat malas. Selain lokasinya yang cukup jauh dari rumah (15km), proyek pembangunan MRT yang sedang dikerjakan di sepanjang jalan RS Fatmawati, membuat jalan tersebut sangat tidak nyaman dilalui. Selain sempit dan sangat macet, permukaan jalannya juga sangat tidak nyaman dilalui

Selama beberapa bulan ini, sambil pulang dari kantor, saya terkadang menyempatkan diri mampir di Total Buah Segar - jalan Ampera Raya untuk membeli buah-buahan dan ovomaltine yang disukai anak. Agak kaget juga melihat di depan pintu masuk, ada pedagang pikulan yang menjual kue semprong dan rempeyek. Sebagaimana rekannya yang saya temui di Lotte Mart ex d'best... dagangannya masih terlihat utuh menumpuk. Bagaimana tidak, di dalam Total Buah Segar, ada juga dijual rolls - kue semprong modern dan rempeyek kacang dan teri yang jauh lebih menggiurkan baik ditinjau dari rasa, kualitas dan kemasannya, walau tentu saja ada "harga" yang harus dibayar lebih. 


begini tampilan pikulannya
Wajah "kumuh" si pedagang tentu mengurangi nilai jual barang dagangannya. Ingin rasanya memberi tahu bahwa, dia salah memilih tempat berdagang. Seharusnya, mungkin lebih cocok berkeliling atau berdagang di halte atau terminal. Pengunjung Total, umumnya masyarakat dari golongan menengah ke atas yang biasanya mulai menilai segala sesuatunya dari tampilan dan rasa yang tercakup dalam kualitas. Tapi .... mana tega saya menyampaikannya? Bukannya membantu, malah "melarang"nya berjualan di tempat itu ... Wong yang punya toko nggak melarang, kok .....

"Tinggal dimana pak...", tanya saya sambil menimang bungkusan untuk membeli kue semprong dan rempeyeknya. Siapa yang mau memakannya di rumah, itu nomor dua. Selain ngeri dengan "gosip" penggunaan kantong plastik untuk membuat renyah gorengan, kami memang sudah mengurangi memakan makanan gorengan. Yang penting ... beli dulu dagangannya ... Biar si pedagang memiliki harapan, hehe ...
"Di Cikarang bu ...", jawabnya
"Hah .....? Jauh banget ... Naik apa kesini...?"
"Iya bu ... apa boleh buat, nanti pulang naik angkot.."

Waduh ...... entah jam berapa dia akan tiba di rumah nanti. Entah kapan juga dia akan meninggalkan lokasi tempatnya berdagang. Saat saya meninggalkan lokasi, jarum jam baru menunjukkan angka 19.30. Dagangannya masih banyak. Terbayang betapa jauh dan macetnya jalan menuju Cikarang ... Naik angkutan umum pula... Mungkin masih butuh waktu sekitar 3 jam untuk tiba di rumah......



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...