Selasa, 03 April 2018

Gua HIRA - MISSION ACCOMPLISHED

Mercu Suar Pulau Lengkuas
Sama sekali tidak pernah terbayangkan untuk "naik gunung" walaupun untuk sebuah gunung yang kalau di Indonesia hanya pantas dinamakan bukit. Tapi bukit atau gunung ini memang sangat fenomenal dan bersejarah terutama dalam kaitan dengan turunnya ayat pertama al Qur'an yang menandakan awal turunnya agama wahyu yang berasal dari Allah SWT serta dalam perkembangan agama Islam selanjutnya terutama saat menjelang hijrahnya Rasulullah SAW ke Yastrib, yang sekarang dikenal sebagai Madinah al Munawaroh.

Adalah cerita tentang perjalanannya naik Jabal Nur serta mengunjungi gua Hira yang selalu diomongkan di meja makan atas lebih tepatnya semacam "provokasi" dari suami  manakala setiap dia pulang umroh sendiri, back pack bermodal tiket dan visa saja. Cerita "keseruan" mengunjungi gua Hira lengkap dengan cerita tentang nenek-nenek Turkish gemuk yang walau kepayahan berhasil mendaki gunung alias bukit setinggi 565m di atas permukaan laut tersebut. Kalau dikurangi dengan ketinggian permukaan tanah tempat start menaiki tangga, entah berapa ketinggian Jabal Nur. Mungkin sekitar 400 meter sampai dengan 550 meter saja.
Starting point

Begitulah hingga 3 atau 4 kali cerita tersebut masuk dan keluar telinga, saya tidak pernah tergerak untuk mendaki Jabal Nur, begitu nama resminya. Tempat dimana, di salah satu puncaknya terdapat gua Hira... 

Namun ketidak acuhan terhadap Jabal Nur dan gua Hira berubah total. Semuanya bermula pada acara family gathering ke Belitong, tempât tujuan wisata yang saat ini sedang happening, yang diselenggarakan oleh DTM-FTUI sekitar hampir 2 tahun yang lalu. Kala itu, salah satu tujuan wisatanya adalah mengunjungi pulau Lengkuas dimana terdapat mercu suar yang dibangun, kalau tidak salah, pada abad ke 19. Entah mengapa, saat itu ada dorongan untuk naik tangga mercu suar setinggi 18 lantai. Kalau satu lantai terdiri dari 21 anak tangga, berarti ada sekitar 378 anak tangga yang harus didaki. 

Maka pendakian mercu suarpun dimulai ..... Satu demi satu lantai dicapai, dengan beberapa kali perhentian untuk beritirahat dan mengatur nafas. Bimbang antara terus mendaki atau menyerah kalah lalu turun teratur. Suami saat itu tinggal di bawah menikmati kelapa muda dengan rekan-rekannya. Hanya anak gadis saya yang ikut naik ke platform mercu suar. Itupun dilakukan sendiri. Rupanya dia tidak sabar menunggui ibunya yang tertatih-tatih naik tangga. Sampai akhirnya platform mercu suar pun tercapai. Sambil menikmati angin sepoi-sepoi yang berhembus perlahan, saya mengambil berbagai spot foto dan puncak mercu suar pulau Lengkuas di Belitong .  


Zamzam Tower mengintip dari balik gunung batu
Keberhasilan mencapai puncak mercu suar di pulau Lengkuas, menimbulkan keinginan dan niat... Andai suatu kali Allah SWT masih mengijinkan saya menginjakkan kaki ke tanah Haram, maka saya akan berusaha untuk mengunjungi gua Hira. 

Bukan untuk suatu kesombongan, tetapi untuk melakukan napak tilas perjalanan spiritual Rasulullah SAW yang selama sekitar 2 tahun sebelum beliau menerima wahyu dari malaikat Jibril berupa ayat pertama "IQRA BISMIRABBIKAL LADZI KHALAQ". Ingin merasakan bagaimana perjalanan beliau mencapai lokasi tersebut sekitar lebih dari 14 abad yang lalu.

Begitulah ..... setelah berdebat "keras" mengatur jadwal yang tepat untuk melaksanakan ibadah umroh, pada hari Senin 26 Maret 2018, usai shalat subuh, pada harı ke 2 keberadaan kami di Makkah, kami tidak kembali ke hotel untuk sarapan, tapi menikmati kopi dan roti di mall yang berada di lantai dasar zamzam tower. Sekedar mengisi perut saja. Perjalanan ke Jabal Nur ini memang tidak diketahui oleh tour leader maupun Muthowif, karena sadar belum tentu diizinkan. Selain tidak termasuk dalam program perjalanan, mendaki jabal Nur, bukanlah hal yang biasa dilakukan oleh jamaah umroh/haji dari Indonesia.

Berbekal masing-masing 1 botol air zamzam, kami memesan taxi uituk mengantar ke kaki Jabal Nur, tempat dimana jamaah memulai pendakian, dengan biaya 20SAR. Perjalanan dari area masjidil Haram ke kaki Jabal Nur, lokasi yang beraad di Tengah pemukiman setempat, mungkin dicapai dalam waktu sekitar 15 menit saja. Dengan mengucap bismillah tepat jam 07.00 ksa kami memulai pendakian. 

Dari jauh, pada pemandangan ke arah Jabal Nur ... iring-iringan jamaah yang beringt mendaki, mulai terlihat mengular. Area pendakian terdiri dari untaian tangga selebar sekitar 2 hingga 3 meter yang dibatasi oleh tembok batu setinggi 50cm, sehingga mereka yang kelelahan, bisa beristirahat dan duduk di atas tembok tersebut. Di sebagian lokasi, bisa ditemukan tangga railing/pembatas tembok, namun hanya sedikit sekali yang menggunakan railling besi, itupun ala kadarnya.


Jamaah yang berniat menuju gua Hira
Yang terasa berat, adalah karena anak tangga yang ada tidak memiliki ketinggian standar. Sepertinya dibuat penduduk yang kemudian dimanfaatkan sekaligus sebagai sarana mengharapkan sedekah dari pengunjung. Dengan demikian, ada anak tangga yang nyaman diinjak, tetapi ada juga yang relatif tinggi, sekitar 30cm sehingga sukar dicapai, apalagi kalau ditambah dengan lebar anak tangga yang minim.  

Setelah hampir 2 jam mendaki dengan beberapa kali berhenti, mengambil nafas dan beristirahat, tibalah kami di puncak Jabal Nur..... Selesaikah? ..... Oh, ternyata belum .... kami masih harus menuruni bukit yang kali ini padat manusia, karena jaraknya hanya sekitar 20m saja dari gua Hira. Sudah kepalang tanggung ...... bukit dituruni dan masya Allah ... untuk memasuki gua Hira, kami harus melewati celah batu yang hanya bisa memuat satu orang saja. Itulah satu-satunya jalan masuk dan keluar gua Hira. Riuh dan sesak karena orang yang mau masuk dan keluar seringkali tidak ada yang mau mengalah. Betis dan paha saya mulai terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk, entah kenapa. Apakah karena aliran darah menderas atau signal lainnya.

Buat orang yang bukan termasuk golongan pendaki gunung, pendakian ke puncak gunung batu bernama Jabal Nur adalah pengalaman yang sangat luar biasa. Udara kering gurun dan lingkungan bebatuan tanpa pepohonan sama sekali, menambah beratnya perjuangan menuju puncak. Beberapa kali kami menjumpai jamaah yang berasal dari Indonesia, yang mengatakan tidak sanggup lagi mencapai puncak dan memutuskan turun kembali. Sekali kami melihat seorang perempuan muda cantik, mungkin berasal dari negara Maghrib atau Iran, yang dipapah keluarganya. Paras cantiknya pucat berkeringat dan tanpa tenaga. Mungkin hampir pingsan dia, kalau tidak ditopang di sisi kiri dan kanannya.


Makkah dari puncak Jabal Nur
Dengan perjuangan berat karena sempitnya celah bebatuan ditambah dengan rendahnya bagian atas celah tersebut, akhirnya kami bisa mencapai muka gua Hira. Alhamdulillah ....
Usai berdoa dan istirahat sejenak, kami akhirnya memutuskan turun kembali lagi, melalui celah yang sama. Keinginan untuk sekedar duduk di area gua yang hanya bisa memuat 1 orang saja (mungkin hanya selebar 1x1,50m) harus ditepis habis-habis. Terlalu banyak antrian dan area sempit di muka mulut gua semakin dipadati orang yang umumnya berasal dari negeri Maghrib, Turki dan Pakistan.

Keluar dari area gua Hira melalui celah batu, ternyata menjadi masalah buat saya. Rupanya, untuk keluar  ada 2 celah batu sepanjang 1 meter untuk kemudian bertemu lagi dengan jalan masuk gua. Setelah suami berhasil keluar dari celah, saya ternyata gagal melakukannya. Rupanya celah batu itu tidak bisa mengakomodir besarnya paha. Ingin keluar melalui jalan masuk, sepertinya mustahil karena arus masuk begitu deras. Akhirnya pasrah membiarkan orang di belakang mendahului. Setelah melihat ada perempuan dengan postur tubuh lebih besar dari saya berhasil melewati celah batu, bangkit juga semangat untuk mencoba lagi. Bismillah .......... Horeeeee .... berhasil ... Tapi tunggu dulu .. perjalanan turun bukan juga hal mudah untuk perempuan dengan usia di atas 60 tahun.


menerobos celah batu
Bayangan bahwa menuruni bukit menjadi lebih mudah, ternyata salah besar. Saya pernah membaca suatu artikel bahwa sesungguhnya menuruni tangga menjadi jauh lebih berbahaya bagi struktur tulang manusia. Alamak ....... membayangkan yang buruk .... Ah semoga saja tidak terdapat osteoporousis yang bisa meretakkan struktur tulang tatkala menuruni bukit.

Konyolnya ... suami yang menjadi tumpuan untuk menuruni bukit, malah melesat turun sendiri. Terlalu ....... Baru 1/3 jarak dia menunggu, setelah puas menikmati jeniper alias jeruk nipis peras yang banyak dijual di sepanjang jalan.

Bila dihitung, total perjalanan mendaki Jabal Nur memakan waktu sekitar 3 jam, yaitu 2 jam saat mendaki dan saat menuruninya memakan waktu 1 jam saja. Semua perjalanan tersebut termasuk beberapa kali istirahat, manakala kaki dan semangat mulai menurun. 

Tepat jam 10.00 pagi, kami tiba kembali di area start dan mulai tawar menawar taxi. 30 SAR, tidak bisa curant dari itu, seperti dugaan. Pengemudi taxi tahu betul bahwa semua yang baru turun dari Jabal Nur sangat tergantung pada mereka. Para pendatang alias jamaah umroh, tentu sama sekali tidak tahu dimana bisa mendapatkan taxi lagi kecuali pada area tersebut. Dengan mengucap Alhamdulillah, kami tiba kembali di hotel, beristirahat sebentar, mandi .... lalu tidur.


bersujud di petilasan Rasulullah SAW
Saya sendiri lalu membalur bagian tubuh yang nyeri dengan salonpas cream untuk meredakan rasa sakit dan pegal, sebelum istirahat. Selama 2 harı setelahnya, pegal di betis dan paha masih terasa, sehingga untuk shalatpun terasa sangat menyakitkan. Namun kondisi tersebut, alhamdulillah tidak mengurangi keinginan untuk shalat berjamaah di masjidil Haram dan melakukan tawaf sunnah pengganti tahiyatul masjid.

Apa yang didapat dari perjalanan ke gua Hira? Minimal adalah menghargai dan menghayati perjalanan batin Resulullah SAW selama masa hidupnya di Makkah. Tidak terbayangkan bagaimana perjalanan naik ke gua Hira lebih dari 14 abad lalu. Tentu bukan tangga yang didaki, tetapi bebatuan gunung yang tajam yang harus didaki. HAnya orang-orang yang memiliki mental kuat yang mampu mendaki gunung batu tersebut. Gua Hira memang lokasi yang sangat ideal untuk berkontemplasi .... introspeksi diri dan menjauhkan diri dari godaan duniawi

Semoga perjalanan ini menjadi introspeksi, bahwa tidak ada yang mudah untuk mencapai apa yang diinginkan terapi juga segalanya bisa dicapai manakala kita teguh dan ikhlas berjuang untuk meraihnya,


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...