Hampir setiap kaum muslimin
selalu mengidamkan untuk melakukan perjalanan ibadah haji atau umroh. Karenanya
sangat tidak mengejutkan bila minat melakukan ibadah haji dan umroh, sangat tinggi. Apalagi karena saat ini, masa penantian untuk mendapatkan “kursi” melakukan ibadah
haji baik dengan ONH reguler maupun ONH Plus, sangat panjang. Konon kabarnya, di beberapa daerah yang peminatnya banyak,
bila mendaftar tahun 2018 ini, paling cepat baru akan mendapatkan jatah terbang
pada tahun 2030. Pengecualiannya adalah bila kita termasuk manusia lanjut usia
alias manula yang berumur di atas 60 tahun, penantiannya bisa diperpendek.
Seberapa lama? Wallahu’alam. Masih sebatas kabarnya.
Itu sebab, perjalanan umroh yang
masuk kategori Sunnah menjadi “seolah wajib”, mengalahkan ibadah haji yang
sesungguhnya wajib bagi yang mampu. Mampu biaya, fisik dan pengetahuan tata
cara ibadah, walau kemampuan yang terakhir ini bisa diperoleh melalui kelompok
bimbingan ibadah haji alias KBIH yang mengorganisir keberangkatan haji ONH reguler atau travel biro yang mengurusi keberangkatan haji swasta alias ONH plus.
Plus fasilitasnya, minimal jumlah hari nya namun plus–plus biayanya. Minimal 2x
dari ONH reguler. Bahkan ada yang biayanya hingga 5 atau 8x ONH reguler. Biarlah ….
Mereka mendaftar sesuai dengan kemampuan finansialnya yang mau tak mau, secara tak langsung, menunjukkan status sosialnya di masyarakat.
Apa yang membedakan perjalanan
haji pada tahun 1994, serta perjalanan umroh yang dilakukan pada akhir tahun
1995, tahun 2002, 2008, 2010 dan 2018 yang baru lalu?
Ibadah haji tahun 1994, dengan
ONH regular seharga sekitar 8 jutaan, bisa dilaksanakan tanpa daftar tunggu. Bayar di bank penerima ONH,
daftar, lalu tinggal tunggu kabar, masuk keloter alias kelompok terbang mana. Begitu mudahnya sehingga kita bisa memilih
KBIH alias kelompok bimbingan ibadah haji manapun yang kita inginkan. Dengan sedikit biaya tambahan, KBIH ini akan
mengurus segala sesuatu agar anggotanya bisa berangkat bersama serta mengatur
apakan akan berangkat pada kloter awal, yang berarti memiliki waktu yang
panjang untuk adaptasi dengan suasana dan cuaca tanah Arab yang ganas, lalu
pulang beberapa hari saja setelah ibadah haji selesai. Atau memilih kloter di
tengah namun menuju Madinah terlebih dahulu sehingga memiliki waktu untuk
penyesuaian disbanding yang langsung terbang ke Makkah, yang berarti langsung
berjibaku dengan kepadatan kota Makkah di tengah kelelahan perjalanan dari
tanah air ke Jeddah, tetapi harus langsung melakukan umroh untuk, beberapa hari
kemudian berwukuf di padang Arafah. Bagaimana kondisi perjalanan haji saat ini
terutama untuk ONH reguler? Entahlah … Berharap jauh lebih baik.
Perjalanan umroh pertama pada akhir tahun
1995, dilakukan dengan “gaya eksekutif muda”. Tahu maksudnya? Mencari fasilitas
wah, hotel bintang 5, tak peduli harga mahal, walau ternyata kegiatan banyak
dilakukan di dalam masjid. Namun pada tahun 1995, biro perjalanan umroh memang masih
terbatas, termasuk juga tentunya, peminatnya. Mungkin itu sebabnya, maka
fasilitas yang ditawarkannya memang serba wah, apalagi dilengkapi dengan perjalanan
terusan ke Jerusalem. Kalau tidak salah dengan biaya USD 2.850 yang saat ini setara dengan hampir
40 juta rupiah untuk 2orang/kamar. Jadi kalau dibandingkan dengan biaya umroh
sekarang yang konon hanya 15 juta sd 18 juta untuk 4 orang sekamar, untuk ongkos umroh dengan sebutan promo, sepertinya
ada penurunan biaya. Tapi memang, harga sebesar 15 juta hingga 18 juta sangat minim untuk memberikan pelayanan yang baik …. Biaya Umroh dengan fasilitas 5* untuk 2 orang/kamar tetap saja di atas 30 juta. Namun
apapun juga, kalau dihitung dalam mata uang USD, biaya umroh kali ini lebih
murah dibandingkan dengan tahun 1990an. Mungkin karena biro perjalanan umroh
sudah terlalu banyak, jadi walau peminatnya banyak tetap saja ada persaingan
tidak sehat untuk meraih sebanyak mungkin jamaah melalui berbagai program. Ada
program back packer, program promo dan seterusnya.
Bicara mengenai kondisi di Makkah
dan Madinah, ada banyak perbaikan menyolok terutama di sekitar masjid utama
yaitu Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Berbagai fasilitas ditambahkan seperti
hotel dan toilet umum, walau untuk itu kemudian menghilangkan sebagian situs
bersejarah. Sebut saja sumur zamzam yang pada tahun 1990 bisa dimasuki dari
pelataran tawaf, sekarang sudah tidak terlihat lagi dan nyaris terlupakan
dimana lokasi tepat dari sumur zamzam tersebut.
Begitu juga dengan toilet yang
sekarang sudah diperbanyak, terutama di luar al Haram. Ada pertanyaan
menggelitik ….., mengapa dari puluhan bilik toilet umum, hanya ada sekitar 10% sampai 15% saja yang berbentuk kloset duduk, sementara sebagian besar
berbentuk kloset jongkok. Memang …. Ditinjau dari sudut pandang kesehatan, konon penggunaan
kloset jongkok, jauh lebih menyehatkan dibanding dengan penggunaan kloset duduk.
Dilihat dari sudut pandang kebersihan, dengan menggunakan kloset
jongkok, tidak ada bagian tubuh kita (kecuali kaki) yang bersentuhan dengan
kloset, sehingga kuman tidak akan masuk dan bersentuhan dengan organ intim,
terutama organ intim perempuan. Lalu, posisi jongkok menyebabkan tekanan pada perut,
sehingga saat BAB, seluruh kotoran dalam tubuh bisa dikeluarkan dengan tuntas. Namun …. bagi orang
dengan postur tubuh besar apalagi sudah berumur, kloset jongkok menyulitkan
untuk berdiri, termasuk walaupun sudah dilengkapi dengan pegangan untuk
membantu kita berdiri.
Perbaikan fasilitas yang hampir menyeluruh ini
dilaksanakan di area masjidil Haram termasuk perluasan area shalat yang konon diharapkan selesai pada tahun
2020 untuk menampung 10 juta jamaah saat shalat fardhu. Mungkin nantinya akan
membingungkan kalau berbicara soal fadillah atau pahala shalat 100.000 kali di area
perluasan Masjidil Haram yang jelas-jelas lokasinya jauh dari Kabah. Lha wong ….
Bukit Safa dan Marwa yang lokasinya sangat dekat dari Kabah saja sudah terhitung
berada di luar area al Haram.
Ah biarlah ….. Allah semata jualah yang akan
menilai sah atau tidaknya ibadah manusia. Ikhlaskah kita dalam menjalankan
ibadah tersebut atau semata-mata hanya menjadi pemburu pahala? Ini mungkin yang
perlu ditanamkan pada para jamaah. Beribadah itu, apalagi di al Haram,
hendaknya dilaksanakan karena keikhlasan menjalankan perintahNya … bukan berdasarkan
transaksi dagang …. yaitu beribadah karena mengharapkan imbalan pahala. Wallahu’alam.
Dari semua perubahan-perubahan
tersebut, ada satu hal yang tidak terlihat banyak perubahan, yaitu soal
kebersihan toilet dengan konsekuensi, tentunya bebauan yang mengudara di
seantero area toilet. Mengapa terjadi begitu …..?
Kalau boleh jujur …. harus diakui
dengan rendah hati bahwa sebagian besar jamaah Haji maupun Umroh adalah mereka
yang berasal dari golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Mereka yang
memupuk mimpi ingin berkunjung ke Baitullah dengan menabung sedikit demi sedikit
penghasilannya, bahkan menabung hampir sepanjang hidupnya. Mengiringi kondisi itu, tentu
tata cara hidupnya berbeda dengan mereka yang berasal dari strata sosial di
atasnya. Begitu juga dengan standar kebersihan yang dianutnya. Jangankan penggunaan kloset duduk, penggunaan
kloset jongkok yang memiliki tangki bilaspun menjadi suatu hal yang aneh bagi mereka.
Mereka
tidak mengerti bagaimana membersihkan kotorannya. Apalagi kalau menggunakan
kloset duduk lengkap dengan kertas toilet. Walhasil …… kerap kali kotoran
manusia masih berada dalam kloset ditinggalkan begitu saja. Sama sekali tidak
higienis dan pasti menguarkan bebauan tak enak. Kasihan sesungguhnya kepada
petugas kebersihan. Tapi apa mau dikata? Lack of communication ….. petugas
kebersihan yang berasal dari negara–negara miskin seperti Pakistan dan
Bangladesh (untung belum menemukan orang Indonesia) tidak mampu berbahasa Inggris
kecuali mungkin bahasa Arab sekedarnya. Sama juga dengan jamaah dari golongan
bawah yang tidak mampu berbahasa asing kecuali Bahasa daerah atau Bahasa nasionalnya.
kompartemen toilet di pesawat |
Sebetulnya, masalah penggunaan
toilet sudah dimulai sejak jamaah naik pesawat. Seperti sudah dikatakan,
sebagian besar jamaah haji dan umroh adalah mereka dari golongan masyarakat
berpenghasilan rendah yang rendah pula pengetahuan umum, kemampuan berkomunikasi/bahasa
dan standar kebersihannya. Bukan tidak mungkin, sebagian dari mereka adalah orang–orang
yang baru pertama kali naik pesawat, jarak jauh pula. Rasanya selain manasik
tentang ritual ibadah, untuk menyempurakannya, selain tata cara tayammum, calon
jamaah haji dan umroh perlu juga dibekali dengan pengetahuan; mengapa untuk salat, kita harus melakukan tayammum selama perjalanan di atas pesawat, bukan menggunakan air untuk berwudhu
di toilet pesawat. Dalam pengertian mereka selama ini, “haram bertayammunm”
bila masih bisa dijumpai air, walau sedikit air di toilet pesawat. Ini menyebabkan toilet di pesawat seringkali
basah dan tentu saja memancing “kegeraman” awak pesawat.
Peralatan yang ada di dalam
toilet pesawatpun kerap kali menjadi masalah. Dari hal sederhana, bagaimana mengunci
pintu toilet, menggunakan flush/pembilas kotoran, anjuran membersihkan wastafel
setelah menggunakannya, tempat pembuangan kertas yang telah digunakan, sering tijdvak dimengerti. Akhirnya kertas seringkali dibuang begitu saja di lantai toilet pesawat.
Kamar mandi hotel Bintang 4 |
Astaghfirullah ….. diberitahupun, ternyata dia tidak mengerti dan curant berkenan … Sudah dibantu untuk menutup pintunyapun, dia merasa terganggu, terlihat dari wajahnya yang terlihat marah manakala dia keluar dari restroom. Mungkin ketakutan tidak bisa keluar dari restroom atau apalah …., Yang pasti… orang yang sama melakukan kesalahan yang sama berulang kali selama perjalanan.
Penggunaan kamar mandi hotelpun
seringkali bermasalah. Mereka yang tidak terbiasa menggunakan kloset duduk,
bath tube lengkap dengan hand atau head shower, pengatur suhu air dan
sebagainya. Kebiasaan mandi dengan air berlimpah dan gayung ditangan, tidak
bisa dilupakan. Akibatnya, alih–alih masuk bath tube dan menggunakan hand
shower atau fixed shower, sebagian orang justru memfungsikan bath tube sebagai
bak mandi, mengisinya lalu mandi di luar bath tube dengan air yang sudah
ditampungnya. Jadilah kamar mandi yang seharusnya kering, menjadi basah penuh
air.
Kiranya … agar ibadah haji/umroh
jamaah lebih sempurna dan mengurangi hal–hal buruk yang terjadi, rasanya dalam
manasik/pertemuan yang biasanya dilakukan menjelang keberangkatan, jamaah perlu juga dibekali juga
dengan tata cara menggunakan toilet di pesawat lengkap dengan pembekalan atas
peralatan yang ada dalam pesawat. Let says pengetahuan tentang “the DO and DON’T” dalam pesawat,
lengkap dengan penjelasan “MENGAPA”nya.
Tata cara ibadah bisa dilaksanakan dengan sangat baik karena ada bimbingan muthowif, namun selama di pesawat, di peturasan alias bilik toilet umum atau dalam penginapan, mereka harus mandiri dan mengetahui tata cara penggunaan peralatan yang ada. Dengan demikian kita bisa berharap bahwa perjalanan dan ibadah yang dilakukan bisa lebih sempurna.
Tata cara ibadah bisa dilaksanakan dengan sangat baik karena ada bimbingan muthowif, namun selama di pesawat, di peturasan alias bilik toilet umum atau dalam penginapan, mereka harus mandiri dan mengetahui tata cara penggunaan peralatan yang ada. Dengan demikian kita bisa berharap bahwa perjalanan dan ibadah yang dilakukan bisa lebih sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar