Hari ini, usai menyiapkan sarapan
pagi, sebuah panggilan telpon masuk. Agak terkejut karena dia yang menelpon
sepagi itu, bukanlah orang yang biasa berhubungan dengan saya baik secara
pribadi maupun secara professional. Obrolan panjang berlangsung hingga hampir 45
menit. Mungkin ini sambungan telpon terlama yang pernah saya lakukan, karena
pada dasarnya, saya bukan tergolong jenis manusia yang talkative alias “banyak
omong”.
Dalam perjalanan ke kantor …. Di salah
satu mata acara pagi sebuah pemancar radio, menceritakan curahan hati seseorang
yang merasa “ditusuk dari belakang” oleh rekan bisnisnya dan tanggapan dari
pendengar lainnya yang menyatakan bahwa “ditusuk dari belakang” atau dikhianati
oleh teman dekat, rekan bisnis bahkan oleh anggota keluarga sekalipun, kalau
sudah berkaitan dengan uang, adalah suatu hal yang biasa. Persis seperti yang
pernah saya alami bertahun–tahun yang lalu dan sampai sekarang “menguap” begitu
saja tanpa kejelasan. Dilupakan ….. ? tergantung kepentingannya. Yang
dirugikan, tentu tidak akan pernah bisa melupakan baik kerugian maupun rasa
sakit hatinya dikhianati. Sementara pihak yang “merugikan”, biasanya dengan terlihat
sangat enteng melupakannya. Entah apakah masih ada “secuil” rasa berdosanya
telah mengkhianati atau … semoga dia tidak seburuk itu untuk benar–benar merasa
tidak bersalah sama sekali.
Beberapa waktu yang lalu, dalam
sebuah pembicaraan melalui whatsapp, juga terungkap perasaan seorang istri yang
merasa terkhianati oleh suami yang digambarkannya sangat gemar “tebar pesona”
dimana saja dan kapan saja. Walau sudah menjadi rahasia umum di kalangan
keluarga, tentu tetap ada yang membela mati–matian kelakuan sang suami dengan
menimpakan segala “kesalahan” suami sebagai akibat dari kekurangan perhatian
dan ketidak harmonisan komunikasi maupun visi dalam menjalankan kehidupan rumah
tangga.
Memang …. sangat tidak mudah
untuk melupakan hal–hal yang menyakitkan hati. Beribu nasihat dibaca dan
didengar bahwa rasa sakit itu bisa membuat ketidakseimbangan hormonal. Merusak kesehatan
jiwa dan jasmani namun ternyata, kenyataannya, tetap saja bahwa melupakan memang
tidak semudah memaafkan.
Hehe … jadi apa hubungan dan
benang merah dari kedua peristiwa tersebut? Perasaan ditelikung, ditusuk dari
belakang, dikhianati dan sebagainya sebagai buah dari keengganan untuk saling
terbuka saat mendapatkan masalah dan mengupayakan mencari jalan keluar yang
baik dan adil dari masalah tersebut bagi semua pihak yang terlibat.
Mudah ditulis …. Mudah diucapkan ….
Namun belum tentu mudah pula dilaksanakan … Komunikasi yang baik dan transparan,
tanpa ada maksud dan tujuan yang tersembunyi, ternyata sangat tidak mudah
dilaksanakan. Kenapa ….. setiap orang punya gengsi dan alasan masing–masing.
Jadi …. Bagaimana solusinya …?
Yuk dipikirkan masing–masing,
bagaimana cara menyelesaikan masalah melalui komunikasi yang baik, adil dan
transparan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar