Minggu, 26 Januari 2020

SERI PERJALANAN KE IRAN - 4: Makanan, Transports dan Toilets

OK ... kita lanjut lagi ya .... Setelah menuliskan tentang mata uang dan komunikasi, sekarang saya ingin menuliskan tentan makanan, transportasi dan cara berpakaian terutama bagi kaum wanita, Karena mungkin ini yang akan jadi masala atau dipertanyakan, meningar status Iran sebagai Republik Islam dan konotasi buruk mengenai perlakuan terhadap perempuan. Namun ... apa yang saya tuliskan tentu hanya berdasarkan pengalaman Pribadi saja dan belum tentu mewakili kondisi sebenarnya. Masa perjalanan hanya sekitar 10 hari tentu tidak akan bisa merekam hal-hal yang sebenarnya terjadi.

APA YANG BISA DIMAKAN SELAMA DALAM PERJALANAN DI IRAN
Makan pertama di Iran terjadi di hotel, namun belum bisa dijadikan acuan karena saya belum mengetahui apa yang bisa dimakan di luar hotel.

Tangga menuju Ruang dalam Golestan Palace
Jadi, hari pertama di Iran, adalah Tehran. Pagi itu, tanpa sempat beristirahat/tidur setelah perjalanan panjang dari Jakarta-Muscat-Tehran, jam 10.00 kami sudah di jemput Muhammad untuk memulai perjalanan Wisata. Tujuan pertama adalah Golestan Palace yang amat sangat indah.

Usai mengelilingi Golestan Palace, kami janji bertemu dengan Tahereh Shirdel, sang travel consultant, yang jelita di pintu keluar Golestan Palace. Mungkin karena dia sudah melihat foto kami di passport, dengan mudahnya dia menemukan kami di antara beberapa wisatawan yang datang dari wilayah Asia, umumnya dari Cina, Jepang, Singapore dan Malaysia. Kami segera berbincang akrab sambil berjalan menuju Grand Bazaar yang terletak tak jauh dari Golestan Palace.

Pada saat waktu makan siang, Tahereh menanyakan apa yang ingin kami makan? Fast food seperti misalnya fried chicken, pizza atau makanan lokal. Kami menjawab ingin makanan lokal namun yang "ringan" karena perut masih terasa kenyang setelah sarapan di hotel pagi hari. Putar sana-sini sambil mengintip apa yang disajikan, akhirnya pilihan makan siang jatuh pada restoran yang menyajikan nasi ayam alias Chicken Rice. Tampilannya mengundang selera. seperti makan dengan gulai ayam. Jadilah kami masuk .... kebetulan langsung dapat tempat duduk karena sesudahnya kami lihat banyak antrian di luar resto yang hanya memiliki sekitar 20 kursi saja.

Chichen Rice
"Tahereh ...... is that a portion of chicken rice?" tanya saya, sambil menunjuk hidangan di meja sebelah. Di situ, terlihat satu piring panjang berisi nasi dan 1/4 dada ayam yang yang besarnya hampir 2 kali dari potongan 1/4 ayam yang biasa kami temukan di rumah makan padang. Masya Allah .....
"Yes .... that's what Iranian eat" sahutnya ....
"Wow ...... kami pesan 1 porsi saja untuk berdua" sahut saya ... 

Bukan karena takut harganya mahal, tetapi karena kami berdua memang bukan pemakan nasi dengan porsi besar.
"Ma'am .... you are my guest, I will pay this lunch", sahut Tahereh. Mungkin dia merasa enggak enak mendengar jawaban saya bahwa kami hanya akan pesan satu porsi saja.
"No ... Tahereh .... you are my guest, let me pay this lunch and instead of 2 portion of abundant rice, we can order something else".

Jadilah, sang suami pesan semacam yoghurt à la Iranian, dan bahkan membawa 2 botol lagi untuk diminum di hotel. 

Setelah menunggu beberapa saat, terhidanglah chicken rice dengan nasi dari beras basmati yang di Jakarta, harga 1kg berasnya sekitar R.40.000,-. Kami makan dengan lahap, walau "gulai ayam"nya ternyata tidak "segarang" gulai ayam rumah makan Padang, karena mungkin warna merahnya diperoleh dari saus tomat. Toh untuk "mendapat"kan rasa sesuai selera, masih bisa ditambahkan dengan bubuk cabe.  


Betul saja .... pada akhirnya, kami masih menyisakan 1/3 porsi nasi dan ayam yang dipesan.

Chicken Kebab - selalu dilengkapi orange & butter
Begitulah ... selain menu sarapan di hotel yang umumnya iranian dish, untuk makan siang kami lebih sering memesan chicken rice atau chicken kebab rice. Satu porsi berdua. Bukan Karena menghemat, tetapi karena porsinya memang aduhai banyaknya .... 

Pernah juga kami pesan personal pizza yang tipis ... tetapi tetap saja tidak bisa dihabiskan karena porsinya berbeda dengan yang ditemui di Jakarta, sehingga akhirnya dibawa pulang untuk makan malam. Hanya porsi steak saja yang sama besarnya sama dengan porsi steak di Jakarta....

Jadi .... buat orang Indonesia yang harus bertemu nasi untuk menu makanan, jalan-jalan ke Iran, seharusnya tidak perlu menjadi masalah, asalkan jangan lupa berbekal sambal. Untuk minuman, tidak akan terlalu bermasalah, begitu juga dengan harganya.Relatif separa dengan belanja kita sehari-hari.

TRANSPORTASI 

Transportasi dalam kota umumnya dilayani dengan bus atau taxi. Di kota-kota besar terlihat ada subway alias metro. Sayang karena saya menggunakan personal car, sehingga tidak sempat "mencicipi" transportasi umum.

Untuk transportasi antar kota ada kereta api dan bus. Perjalanan antar kota di Iran ditempuh melalui jalan nasional dengan kecepatan rata-rata 110km/jam. pengemudi sangat patuh dengan ketentuan kecepatan tersebut karena terpasang kamera pemantau kecepatan.
Pemandangan selama perjalanan di toll way

Jalan raya antara kota hanya ada 2 jalur setiap arah, dengan batasan 100km/jam dan 110km/jam. Sayangnya ... seperti halnya jalan bebas hambatan di wilayah Saudi, rest area seperti kurang terawat sehingga dalam perjalanan antar kota, kami hanya akan berhenti di restoran tempat makan siang.

Jalan-jalan di dalam kota cukup lebar, ada 4 jalur kendaraan untuk setiap arah dan dilengkapi dengan trottoir yang lumayan lebar. Yang unik, 2 jalur jalan tersebut pada umumnya digunakan untuk parkir dan sepertinya gratis pula. Sayangnya, pengemudi mobil di Iran seringkali berbalik arah seenaknya .... Ngeri juga .... takut terjadi tabrakan.   

TOILETS
Toilet, rest room atau peturasan menjadi sangat penting dalam perjalanan terutama buah wanita. Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, apalagi muslim, penggunaan air untuk membersihkan diri setelah beraktivitas di toilet, tentu sangat penting. 


Dalam perjalanan di negara-negara Barat, yang terbiasa dengan toilet kering, hal ini cukup merepotkan. Kita terpaksa membawa botol air minum ke toilet room untuk membersihkan diri. Mungkin begitu juga kalau sedang bepergian ke Jepang atau Korea.  

bangunan tak berpenghuni 
Di Indonesia kita terbiasa dengan jet shower baik berupa hand shower maupun yang merupakan bagian terintegrasi dengan kloset untuk membersihkan diri. Dan ..... di Iran, kita tidak perlu khawatir untuk membersihkan diri di toilet. Selalu akan tersedia hand shower di toilet room. Yang merepotkan buat saya justru karena sebagian besar toilet room, menggunakan kloset  jongkok. Dari misalnya 4 sampai 6 kabin toilet, hanya akan ada 1 unit kabin yang menggunakan kloset duduk. Selebihnya menggunakan kloset jongkok yang agak merepotkan bagi wanita yang sudah berusia lanjut. Namun di hotel, umumnya menggunakan kloset duduk atau, di dalam kabin, kalau Hanya tersedia 1 kabin, akan tersedia ke dua jenis kloset tersebut. Hanya saja .... biasakan membawa kertas pembersih. Berbeda dengan toilet lelaki, kertes pembersih di toilet perempuan selalu habis. Mungkin perempuan menghabiskan lebih banyak kertas pembersih dibanding lelaki.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...