Punya anak remaja dan tinggal di kota besar seperti Jakarta bukanlah hal yang menyenangkan. Hati selalu dibuat was-was. Terlalu banyak godaan dan bahaya, dari soal tawuran anak sekolah, peredaran narkoba hingga perilaku seks bebas. Lihatlah, saya yakin tidak ada satu sekolahpun yang berani menjamin bahwa anak didiknya bebas dari penggunaan narkoba atau seks pranikah, sekalipun itu sekolah favorit.
Setiap kali saya harus berangkat ke Bandung dan mampir ke kantor terlebih dahulu untuk menunaikan shalat subuh, saya selalu melihat anak remaja, baik perempuan maupun lelaki, bergerombol di kawasan Blok M. Mau berangkat sekolah? Jelas tidak. Pakaian mereka tidak mencerminkannya dan hari masih terlalu pagi. Baru pulang? Lha dari mana sepagi itu? Apakah orang tuanya tidak mengetahui anak-anaknya masih diluar rumah dan belum pulang? Pada hari sekolah lagi. Diam-diam, kawasan tersebut memang dikenal sebagai tempat transaksi pekerja seks remaja. Teman kerja saya, bahkan pernah mendengar dengan telinganya sendiri transaksi pekerja seks remaja tersebut saat dia, sepulang kantor, mampir di sebuah café di pertokoan modern di kawasan blok M. Bahkan dia mendengar dengan jelas, kemarahan si mucikari, saat remaja putri menyatakan bahwa dia tidak bisa melayani pesanan karena merasa masih lemas setelah aborsi yang dijalaninya beberapa hari sebelumnya. Mengenaskan sekali dan sekaligus memprihatinkan. Kita memang cenderung lari dari kenyataan, pura-pura tidak tahu dan tidak mau mengakui adanya masalah sosial yang berkaitan dengan perilaku seksual remaja. Masalah seks pranikah!
Beberapa tahun yang lalu, kita dikejutkan dengan publikasi survey yang dilakukan terhadap perilaku seks di kalangan mahasiswa di Yogyakarta. Sebagian mahasiswa di Yogyakarta melakukan kumpul kebo, dengan berbagai macam alasan. Ada yang berdalih untuk menghemat biaya atau berbagai alasan lainnya. Semua orang terkejut, semua orang angkat bicara. Namun tidak ada yang berpikir positif untuk menindak lanjuti hasil penelitian itu dengan tindakan yang bersifat preventif dan antisipatif. Alih-alih menyimak fenomena tersebut untuk memperdalam masalahnya dan melakukan penelitian lebih mendalam mengenai fenomena sosial tersebut untuk kemudian diambil tindakan preventif. Yang terjadi adalah hujatan kepada para peneliti yang melakukan dan mempublikasikan hasil penelitian itu. Ada yang menanyakan karena meragukan metode penelitiannya. Menggugat jumlah responden yang dianggap terlalu sedikit dan berbagai pertanyaan dan hujatan lainnya. Intinya adalah meragukan keabsahan penelitian tentang perilaku seks pranikah dan penelitian tersebut dianggap sebagai upaya untuk menghancurkan reputasi Yogyakarta sebagai kota pelajar yang berbudaya tinggi.
Saya pikir, seorang peneliti yang kreatif dan proaktif akan selalu tergelitik oleh fenomena apapun yang terjadi di lingkungannya. Bisa saja, seorang peneliti masalah sosial membuat suatu “pengandaian” sebuah kasus atau masalah yang belum ada dan kemudian membuat sederetan kuestioner untuk mendukung asumsi, hipotesis dan analisa dari penelitiannya. Tujuannya adalah agar kita sudah bersiap-siap terhadap suatu “kejadian” sehingga bisa mengantisipasinya dengan lebih baik dan terstruktur. Atau, mungkin si peneliti sudah melihat ”gejala”, walaupun masih samar dan ingin memetakan proyeksi/kecenderungan perkembangan fenomena tersebut sehingga bila fenomena tersebut meluas, masyarakat sudah siap dan masalah ikutan dari fenomena tersebut dapat diantisipasi.
Sebetulnya perilaku seksual bukanlah suatu masalah. Ini adalah kejadian alam yang sangat natural sejak penciptaan manusia pertama di muka bumi. Bukankah Allah SWT menciptakan Hawa sebagai pasangan Adam dan memberikan kenikmatan ragawi agar mereka tergerak untuk memperbanyak keturunan yang akan menjadi khalifah di muka bumi? Dengan atau tanpa pornografi, manusia tidak bisa lepas dari kebutuhan biologis yang satu ini. Secara alamiah dan tidak terhindarkan, Allah SWT mengatur bahwa sejak seorang lelaki mengalami ”mimpi” dan perempuan mengalami menstruasi, maka otomatis timbul pula dorongan seksual dalam diri anak manusia. Pornografi hanyalah salah satu bentuk luapan dan ekspresi dari naluri tersebut. Tidak terhindarkan dan hanya butuh penyaluran! Hanya caranya yang berbeda. Disinilah akal pikiran, moralitas dan berbagai pertimbangan manusia mempengaruhinya.
Lalu bagaimana cara kita mengawal remaja kita dari seks pranikah. Orang yang religius, akan ingat pesan Rasulullah; ”Menikahlah atau berpuasalah!”, karena puasa ”memaksa” kita menahan diri dari segala godaan. Orang-orang modern, pintar dan munafik bilang, tidak perlu dihindari. Jalani saja ... yang penting jaga agar tidak hamil sebelum menikah. Apalagi berbagai kontrasepsi diperdagangan dengan bebas. Obat kuat beredar dimana-mana. Motel bertebaran dimana-mana dan selalu penuh terisi. Lupakah kita pada kasus mahasiswa Itenas Bandung dan kasus hotel Maharaja – Jakarta Selatan? Jadi itu bukan hanya melanda golongan selebriti saja. Ini problem semua orang.
Remaja tetaplah remaja. Penuh gelora ... penuh dinamika, dalam proses pencarian identitas dan selalu mengaktualisasikan diri melalui kelompok. Beruntung kalau dia menemukan kelompok yang religius dan sepaham. Mungkin seks pranikah bisa terhindari. Tetapi kita hidup di negara sekuler, dimana semua jenis kelamin bertemu tanpa batas. Tidak semua orang menutup aurat sebagaimana tidak ada yang dapat melarang perempuan memakai baju transparan atau super ketat di tempat umum. Kalau perempuan diwajibkan memakai pakaian yang sopan saat keluar rumah, jangan-jangan, seperti kasus Inul, malah membuat marah kaum feminis karena dianggap melanggar hak azasi manusia. Padahal lingkungan pergaulan, interaksi relatif tidak terbatas antar 2 jenis kelamin berbeda, cepat atau lambat bisa menimbulkan gairah seksual.
Orang tuapun kadang secara tidak sadar, mendorong anak untuk terjerumus. Acara ulang tahun ke 17 anak remaja kerap diselenggarakan di Villa, apartement keluarga atau bahkan hotel dimana setelah pesta usai kadang si remaja diijinkan orang tua untuk mengajak teman-temannya menginap. Pada kesempatan menginap tersebut, dapat dipastikan orang tua tidak akan begadang sepanjang malam menemani dan mengawasi anak-anak remaja. Bisa-bisa mereka dikatakan kurang gaul, kurang modern dan lain-lain. Wah mana mau orang tua dicap seperti itu oleh teman anaknya. Mereka, kan, sudah pasti masuk ke golongan menengah ke atas yang modern!
Kejadian-kejadian seperti itu selalu membuat saya tidak bisa tidur setiap malam minggu atau saat anak saya minta ijin menghadiri pesta ulang tahun teman. Dapat dipastikan, setelah jam 23.00, setiap 30 menit handphone anak saya akan berdering. Ibu yang bawel, cemas dan sekaligus protektif ini sedang merasa bertanggung jawab untuk mengecek keberadaan anak dan mengingatkannya pulang. Aktifitas ini baru berakhir sampai akhirnya si anak, dengan muka masam, pulang juga ke rumah. Itupun sudah dipastikan selewat jam 1 dinihari. Padahal anak saya lelaki, yang repotnya, sejak SD punya banyak fans. Jadi harap maklum kalau si ibu amat sangat cemas membayangkan yang seram-seram... hi.....!!!
Akhirnya, kami belajar dari akang EAK tentang hal yang satu ini. Dosen berpenampilan sederhana ini, pada jaman mahasiswa dulu sering datang, selepas subuh, ke rumah kami di kemang pratama untuk konsultasi tugas akhir pada suami. Jujur saja, dulu, saat kami mengetahui bahwa anaknya yang masih kuliah dinikahkan dengan pacarnya yang sama-sama masih kuliah, saya berkata dalam hati .... Ih... kuno amat sih tu orang!!! Mestinya kan tunggu selesai dulu .... tunggu punya kerjaan dulu.... tunggu mental siap dulu...!
Tapi, ternyata dia benar .... lihatlah mantan penyanyi cilik EL, mantan penyanyi cilik yang akhirnya menikah juga dengan pacarnya, setelah hamil 5 bulan. Padahal, menurut pengakuannya, sebelumnya, mereka telah meminta ijin menikah, namun pemintaan tersebut ditolak orangtua karena pasangan itu masih kuliah.
Jadi .... mau pernikahan dini yang bersih dan diridhoi Allah SWT atau menjerumuskan anak pada perzinaan ? Yuk ah merenung.... jangan ditunda-tunda. Mumpung belum terjadi .... nanti menyesal lho!!!!
Salam –
lebak bulus 120605
Tidak ada komentar:
Posting Komentar