Selasa, 20 September 2005

Hapuskan Subsidi - Biarkan Harga BBM mengikuti Harga Pasar


Belakangan ini, banyak orang mempermasalahkan rencana kenaikan BBM yang katanya diberlakukan pada awal bulan Oktiber 05. Bahkan demonstrasipun sudah mulai marak di seluruh penjuru negeri. Sebetulnya apakah para demonstran itu mengerti betul masalah bbm ini? Jangan-jangan, seperti seperti biasa, ada cukongnya ...


Masalah kenaikan BBM itu bukan melulu mengurangi subsidi saja, tetapi lebih komplek dari itu. Sampai saat ini pemerintah/pertamina tidak pernah mau membuka secara transparan kepada masyarakat tentang:
  • berapa sebetulnya production cost dari mulai penambangan sampai ke pengilangan dan diedarkan ke masyarakat. 
  • bagaimana komposisi penggunaan bbm per % jumlah penduduk (golongan miskin/bawah - menengah - atas).
  • berapa besar penggunaan bbm dalam negeri, produksi (berapa yang di export) dan kebutuhan (import)
Secara kasar, feeling saya mengatakan bahwa komposisi penggunaan bbm buat golongan miskin/bawah (penggunaan minyak tanah + premium untuk motor) amat sangat rendah dibandingkan dengan penggunaan bbm untuk industri dan kendaraan beroda 4 sehingga sebetulnya sebagian besar subsidi bbm itu dinikmati oleh golongan menengah dan atas (pemilik mobil).

Banyak yang tidak menyadari atau tidak mau mengakui bahwa kebijakan subsidi ini, mengakibatkan :
  • Subsidi sebagian besar dinikmati oleh pemilik kendaraan beroda 4, jadi bukan rakyat kebanyakan (pengguna motor - bukan moge lho!!, pengguna kendaraan umum dan konsumen minyak tanah).
  • Perbedaan harga (karena subsidi), ditunjang dengan permainan oknum (pertamina dan aparat keamanan), menyebabkan adanya penyelundupan baik keluar negeri maupun pembelian besar-besaran oleh industri. Ini yang menyebabkan berapa besarpun supply bbm, tidak akan pernah mencukupi, karena jatah rakyat tersedot oleh industri (di darat) dan jatah kapal nelayan diborong untuk diselundupkan ke luar (singapore dll).
  • Pola hidup masyarakat Indonesia menjadi "tidak hemat energy". Bbm sebagai non renewable energy dikonsumsi secara semaunya (karena murah)
  • Tidak ada usaha yang serius untuk mengembangkan bahan bakar alternatif yang murah, ramah lingkungan dan renewable
Selain menuntut transparansi dari pemerintah, adalah lebih baik bila harga bbm dipatok sesuai dengan harga pasar agar masyarakat lebih berhemat dengan energy dan diharapkan bisa meniadakan penyelundupan/penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan bbm.

Rencana pemerintah untuk memberikan subsidi langsung kepada rakyat (dalam bentuk uang) perlu didukung. Secara teoritis (kalau semua bersih) hal ini akan sangat mudah dilakukan. Apalagi (lagi-lagi kalau dilakukan dengan betul), kita baru saja mensensus penduduk dewasa untuk kepentingan pemilu yang baru lalu. Jangan lupa, pola subsidi langsung seperti ini, sudah biasa dilakukan di negara maju (yang saya tahu, di Perancis melalui Caisse d'Allocation Familliale). Daripada menggunakan dana pengganti subsidi bbm melalui pendidikan/kesehatan yang nantinya hanya akan di "proyek" kan oleh segelintir orang. Tinggal nilainya yang mesti dihitung secara cermat agar adil dan terasa manfaatnya bagi yang membutuhkan. Bukan hanya sekedar basa basi yang sudah sangat basi. Kalaupun saat awal masih tersendat, bisa dimaklumilah, yang penting ada visi nya yang jelas dan disertai dengan niat yang ikhlas dan bersih dari seluruh pelaksana, untuk secara perlahan diperbaiki.

Pemerintah juga perlu segera mengubah pola transportasi nasional terutama di kota-kota besar. Sudah saatnya kepemilikan dan tahun kendaraan dicermati kembali. Coba kita hitung, bila setiap tahun 300.000 kendaraan beroda 4 terjual, itu rata-rata sama pertambahan kendaraan sepanjang 1.500 km/tahun. Padahal jumlah kendaraan tua yang dimusnahkan belum tentu ada 10% saja dari pertambahan kendaraan per tahun. Nah coba hitung kemudian berapa panjang pertambahan jaringan jalan per tahunnya? Jangan-jangan tidak sampai 10 thn yg akan datang, Jakarta tidak lagi bisa dilalui mobil, karena begitu mobil keluar rumah, kita langsung berhenti. Teman saya kemarin harus menempuh 3 jam dari Bekasi ke Blok M untuk jarak +/- 30 km saja. Bayangkan betapa besar kerugiannya, waktu dan bensin yang dihamburkannya. Masih mending kalau naik kendaraan umum, kalau itu kendaraan pribadi yang isinya hanya 1 atau 2 orang saja?

Mestinya, pola transportasi massal yang murah/nyaman dan aman (busway, monorail, subway dll) harus dibangun segera terutama di Jabodetabek (ini juga sudah terlambat 30 tahun, karena awal tahun 1970an ban Ali sudah punya masterplan MRT), sehingga masyarakat bisa bergerak dengan mudah ke seluruh penjuru. Jadi, kalau mau pakai kendaraan pribadi, ya bayar mahal-lah. Jujur saja, saya tidak rela mereka yang menggunakan sedan mewah Toyota Camry ke atas, Innova - Harrier - Alphard, Honda - apalagi Audi, Bmw, Mercy, Jaguar, Maserati dll) ikut menikmati harga bbm yang murah. Melihat nya saya sudah nggak habis pikir, kok ada, orang yang enak-enakan pake mobil mewah (Jaguar - Mercy seri terbaru dll) sliweran di tengah kemiskinan rakyat? 

Penyelesaian saat ini (membangun tol, jembatan layang/underpass) cuma penyelesaian sesaat yang sama sekali kurang bermanfaat dalam menyelesaikan problem transportasi, khususnya di kota besar. Lihat saja kasus pembangunan jalan tol Cipularang yang baru diresmikan sekitar 4 bulan yang lalu. Pada awal pembukaannya, Jakarta - Bandung dapat ditempuh dalam waktu hanya 2 jam saja. Sekarang .....? Mungkin kita harus berangkat di tengah malam untuk menikmati kenyamanan perjalanan ke Bandung, karena waktu tempuh Jakarta - Bandung di akhir pekan sudah kembali ke 4 jam lagi.

Mestinya kita jangan manja dengan subsidi bbm ... karena sesungguhnya yang paling banyak menerima subsidi bbm adala golongan menengah, dan sebagian besar dari kita, secara tidak sadar, sedang mendzalimi hak rakyat kecil (konsumen minyak tanah dan pengguna kendaraan umum), bila membiarkan bbm tetap disubsidi. Biarlah subsidi dicabut dan mengalihkannya dalam bentuk subsidi langsung (berupa uang) bagi mereka yang membutuhkan agar bisa meningkatkan "buying power" mereka. Tugas kita adalah mengawasi pelaksanaannya, mengevaluasi sistem dan terus memperbaikinya, agar perbedaan antara yang kaya dan miskin (semoga) secara perlahan menjadi semakin kecil.

Soal kenaikan harga yang mengikuti kenaikan BBM? ini juga mental masyarakat kita yang "aji mumpung". Jangankan harga BBM naik, baru denger-denger kabarnya aja, harga sudah naik. Apa hubungannya? Ini menunjukkan memang masyarakat kita masih suka "mendzalimi" sesamanya, dan tidak suka orang lain menikmati keberuntungan. Jadi ... daripada orang-orang kaya itu menikmati subsidi, biar saja "orang miskin" menikmati subsidi langsung (dalam bentuk uang tanpa potongan) supaya mereka mampu meningkatkan daya belinya. Masyarakat lainnya ... mari kita nikmati kendaraan umum ... atau naik motor ... lebih irit kan?? Atau ... kalau mau lebih nyaman, silahkan naik mobil pribadi ... tapi jangan minta subsidi dong ... Subsidi cuma buat orang miskin, kecuali kalau kita nggak malu ikut menadahkan tangan minta subsidi dari pemerintah .... (padahal ... dalam Islam diajarkan bahwa tangan yang di atas - memberi, lebih mulia dari tangan yang dibawah  - menadahkan minta subsidi lho)

Juga jangan takut industri mobil jadi bangkrut, itu kan akal-akalan investor asing untuk menekan pemerintah. Kalau kita bersatu, Indonesia tidak akan mati, hanya karena industri mobil bangkrut. Mari belajar dari Lybia, Iran dan bahkan Iraq (sebelum kejatuhan Saddam) yang sekian lama di embargo, dan toh ... tenyata negara tersebut masih saja exist hingga saat ini. dan Amerika tetap tidak bisa menggulingkan Khadaffi atau para Mullah. Percaya deh ... kalau kita semua punya niat baik, pasti tidak ada sesuatu yang susah ... (repotnya ... kita sekarang sudah terbiasa "aji mumpung' ya...??!!)

salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...