Selasa, 16 Januari 2007

Jakarta – Bandung via tol, nggak nyaman lagi.

Hari Jum’at 5 januari yang lalu, kami ke Bandung untuk mengantar keponakan. Rencana semula, sekalian berlibur dan melihat museum geologi. Tapi suami punya acara sendiri hari minggu pagi, ujian Sinar Putih di komplek Departemen Keuangan, maka hari sabtu siang kami sudah harus kembali ke Jakarta supaya masih ada waktu istirahat pada malam minggu.


Usai makan malam, istirahat sebentar dan mandi, tepat jam 20.00 ksmi meninggalkan rumah di kawasan lebak bulus, tujuan pertama ke Pizza hut Fatmawati untuk mengambil pesanan pizza, bekal anak-anak di mobi; kalau-ka;au kelaparan. Lalu mengisi bensin dulu dan langsung menuju Bandung via tol. Perkiraan perjalanan maksimum 3 jam sampai ke perumahan Gading Regency di bilangan Jl. Sukarno Hatta.


Bayangan beratnya perjalanan keluar dari Jakarta menuju Bandung sudah terlihat sejak melintasi perempatan RS Fatmawati–TB Simatupang, saat menuju Pizza Hut. Jalan masih tersendat-sendat, begitu juga di sepanjang jalan Antasari–Wijaya–Tendean hingga jl Gatot Subroto menuju Pancoran. Niat masuk jalan Tol di Kuningan terpaksa dibatalkan karena jalan tolpun sama tersendatnya dengan jalan arteri. Walhasil, kami baru masuk jalan tol di Cawang/Halim Perdanakusuma pada jam 21.30. Kemacetan belum juga berakhir. Jalan tol yang seharusnya bebas hambatan ternyata sarat dengan hambatan yang disebabkan oleh proyek pelebaran jalan, scrapping dan overlaying.


Memasuki ruas cikampek–purwakarta–padalarang, laju kendaraan terpaksa dikurangi karena kualitas jalannya sangat buruk dan betul-betul tidak layak bagi jalan bebas hambatan (autoroute). Bergelombang, banyak terdapat tambalan dan tidak memiliki penerangan jalan yang memadai. Rasanya, memacu kendaraan lebih dari 80 km/jam, kalau tidak berhati-hati, bisa mengundang bahaya. Begitulah, akhirnya kami baru bisa memasuki komplek perumahan Gading Regency tepat jam 23.30. jadi kalau dihitung sejak keluar rumah, perjalanan Jakarta – Bandung memakan waktu 3,5 jam atau 1 jam 45 menit sejak masuk tol di Halim Perdanakusuma – hingga keluar di gerbang Buah Batu untuk menempuh jarak + 140 km. Pas dengan petunjuk kecepatan kendaraan, yaitu 80 km/jam.


Pulang hari Bandung, Sabtu siang tepat jam 13.30 dengan harapan bisa tiba di rumah dalam waktu 2–2,5 jam. Jalur Padalarang–Cikampek tetap buruk kualitasnya, bergelombang dan penuh tambalan. Harapan untuk tiba di rumah pada jam 16 sore, pupus juga. Memasuki ruas Cikampek–Jakarta,  kendaraan mulai tersendat lagi tanpa diketahui sebab-sebabnya, atau lebih tepatnya tanpa pemberitahuan. Karena ternyata hambatan itu disebabkan karena ada pekerjaan scrap–overlay di tengan jalur, sehingga kendaraan hanya bisa menggunakan 1 jalur kanan dan jalur bahu jalan di sebelah kiri. Kualitas ruas Cikampek–Jakarta dan sebaliknya memang parah. Lapisan hotmix aspalt terkelupas disana-sini dan bisa menyobek ban yang berjalan dengan kecepatan tinggi. Itu sebabnya di jalur ini, banyak terjadi kecelakaan maut akibat ban pecah.


Jalan bebas hambatan yang dilalui kendaraan dengan kecepatan tinggi memiliki standar kenyamanan dan keamanan yang tinggi yang berlaku sacara internasional. Sayangnya, demi menghemat biaya atau berbangga diri telah menyelesaikan jalan bebas hambatan dengan waktu yang singkat, maka standard keamanan dan kenyaman tersebut diabaikan. Kita tentu tidak lupa, bahwa beberapa bulan setelah diresmikan, jalan tol Cipularang ini sempat amblas.


Begitulah, perjalanan Jakarta – Bandung pp via jalan tol, sekarang tidak lagi nyaman. Satu-satunya perbaikan yang terlihat adalah kemunculan rest area di ruas Jakarta – Cikampek pp yang terlihat ”agak berkelas” dengan fasilitas restauran/cafe seperti Kentucky, Holland Bakery, Starbucks cafe di samping rumah makan lokal, yaitu jaringan Rumah Makan Padang Sederhana.

Semoga, perbaikan-perbaikan itu juga bisa diteruskan di jalur Cipularang agar jalur tol Jakarta – Bandung menjadi lebih nyaman sesuai standard keamanan dan kenyamanan yang berlaku.

4 komentar:

  1. wah, jadi mikir lagi nih kalau ke Bandung.....thanks

    BalasHapus
  2. Saya yakin income Jasa Marga dari jalan tol Jakarta-Cikampek cukup tinggi. Herannya pelayanan ke pengguna jalan koq jelek ya. Contohnya jalan bergelombang dan kalo ada perbaikan jalan rambu peringatannya dipasangnya dekat banget. Udah dekat baru ketahuan, ya jelas malah jadi macet ngga karuan dan berbahaya.

    BalasHapus
  3. Asal berhati-hati dan mengalokasikan waktu yang cukup. Kita nggak bisa lagi memacu kendaraan dengan kecepatan maksimum di ruas Jakarta-Purwakarta-Bandung.

    BalasHapus
  4. Konon katanya, karena keuntungan Jasa Marga sebagai BUMN itu ditarik untuk "setoran ke pemerintah dan hanya menyisakan sedikit untuk pemeliharaan jalan. Di samping itu, harus diakui (walau dengan berat hati), kita memang tidak terbiasa dengan tindakan preventif dan malah cenderung curatif. Jadi ... nggak ada pikiran untuk memelihara... yang ada memperbaiki. Lihat saja kasus SD Negeri ... sekali bangun ... nggak ada pemeliharaan sampai SDN itu ambruk, baru bikin baru lagi/rehabilitasi...

    BalasHapus

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...