”Ya....., ada apa? Nggak suka ya....?” saya balas bertanya.
”Tapi saya bukan muslim, bu.....” jawabnya agak ragu.
”Ah..... itu kan sekedar baju biasa! Nggak ada hubungannya dengan agama dan siapapun boleh memakainya. Siapa yang melarang?”
”Aduh bu. ... bajunya sudah saya berikan pada tukang warung di sebelah situ...”, sahutnya dengan nada menyesal.
Saya hanya mengangkat bahu, sambil berlalu. Sudahlah .... mungkin bukan rejekinya mendapat baju baru,
Itu petikan percakapan saya pagi ini dengan perempuan penjaja pisang di tepi jalan yang biasa saya lalui ketika berangkat ke kantor dan baju yang dipercakapkan adalah satu stel baju perempuan bermodel tunik dengan celana panjang dan berhias bordir. Baju seperti itu umumnya dipakai perempuan paruh baya dalam berbagai kesempatan.
Bagi saya, baju model tunik dengan padanan celana panjang adalah baju biasa saja yang bisa dipakai oleh siapapun tak perduli ras atau agama. Ternyata persepsi saya tentang setelan baju model tunik dengan celana sebagai model baju yang universal, salah. Buktinya, ada seorang perempuan yang ”menolak” memakai baju tersebut hanya karena dia tidak beragama Islam.
Adakah tunik dan rok panjang longgar[1] model A line terlarang untuk digunakan oleh non muslim? Mestinya tidak. Sayangnya, sekarang orang sering salah kaprah untuk memberi label kepada kedua model baju[2] tersebut sebagai ”busana muslim” atau .... bisa jadi, sebagian besar model baju yang di klaim sebagai busana muslim terdiri dari model tunik dan A line
[1] Rok panjang A line, sekarang sering disebut dengan nama gamis atau abaya,
[2] Model Gamis (rok panjang A line) dan tunik
apa yang dipandang bisa menimbulkan sebuah persepsi. bisa sama, bisa beda.
BalasHapusiya..
BalasHapusCuma saya betul2 nggak nyangka, sekedar sepotong baju saja bisa menghalangi orang memakai karena di identikkan dengan agama yang dianut.
saya pernah pake krudung ketika berkunjung dimakassar dan foto2nya saya kirim ke kerabat dimenado, aduh mbak ditertawai habis2an ! menurut saya hanya pengetahuan sempitlah yang membuat PerSepSi berbeda...gimana mbakyu ? :)
BalasHapusTemen saya dari Colombia juga pernah diperingati sama orang, gara-gara di NY City waktu itu cukup berangin, jadi untuk melindungi rambutnya, dia pakai scarfnya menutupi kepala (kaya' pake kerudung), ternyata ada yang menghampiri dan bilang supaya hati-hati karena bisa dicurigai. Habis itu temen saya ini bilang "It must be hard to be a muslim."
BalasHapusPadahal, apalah artinya sepotong kain berlabel baju...? Kenapa nggak dianggap sebagai bagian dari mode aja ya?
BalasHapusPadahal... sebelum marak isu teroris muslim, saya melihat banyak perempuan (tua) di eropa yang menggunakan scarf untuk melindungi rambut. Bahkan saya pernah melihat foto Sophia Loren memakai scarf untuk menutupi rambutnya. Pada awal tahun 70, model gamis malah banyak digunakan perempuan Eropa. Mereka baik-baik saja dan nggak ada yang melarang/mengingatkan. Yah... perang ideologi-religius sudah merambat pada ranah mode. Jadi ... ada mode untuk muslim dan non muslim, Menyedihkan.
BalasHapusBaju koko yang setiap hari jumat dipakai untuk ke masjid solat jumat berjamaah, atau menjadi pakaian khas pada saat lebaran sudah dianggap sebagai pakaian muslim. Padahal sebenarnya pakaian itu adalah mode pakaian cina, yang mayoritas bukan muslim. Sedangkan di Arab Saudi atau di Mekah sendiri bukan itu pakaian yang dipakai oleh muslimin. Persepsi memang dibentuk oleh kebiasaan.
BalasHapusSetuju sekali .... begitu juga dengan penggunaan peci hitam. Pemakai peci se-olah2 hanya muslim... Padahal... pakaian "resmi" para diplomat Indonesia saat menyerahkan Surat Kepercayaan kepada pemerintah negara dimana mereka ditempatkan, dilengkapi dengan penggunaan peci hitam.
BalasHapus