Selasa, 04 September 2007

Lewat Jalan TOL ...? Gak jamannya lagi!!! Kembangkan Moda Transportasi Masal

Berbeda dengan sebelumnya, Kali ini saya, walaupun saya bukan pengguna jalan Tol yang rutin, sama sekali nggak setuju kalo tariff TOL naik. Bukan dengan alasan solider dengan pengguna jalan tol tapi karena pengaruh investor dalam penentuan kebijakan publik harus dihentikan. Jalan tol harus menjadi bagian dari public service dari pemerintah sebagai kompensasi dari pengenaan pajak kendaraan.

Memang dalam kajian ekonomis para investor akan selalu mengasumsikan bahwa akan ada kenaikan tarif  tol, termasuk juga di dalamnya asumsi-asumsi kenaikan biaya operasional. Yang mesti diperjelas lebih lanjut, bagaimana dengan asumsi KENAIKAN JUMLAH PENGGUNA JALAN TOL. Apakah mereka merevisi asumsi kenaikan pengguna jalan tol, ketika mengajukan revisi tarif tol?

Secara kasat mata, kita akan melihat bahwa prediksi kenaikan pengguna jalan tol “meleset jauh” dalam arti kata asumsi kenaikan pengguna jalan tol yang digunakan saat membuat kelayakan jalan tol, LEBIH KECIL dari  kenyataannya. Buktinya cukup jelas dan bisa dihitung dari tingkat penjualan mobil baru di wilayah Jabotabek dikalikan dengan % asumsi jumlah kendaraan baru yang menggunakan jalan Tol. Kenaikan inilah yang sangat tidak transparan atau pura-pura dilupakan masyarakat terutama para pengambil keputusan atas kebijakan publik. Tidak pernah ada yang menghitung berapa besar pemasukan yang diperoleh investor berkenan dengan kenaikan jumlah pengguna tol. Ini sangat diperlukan agar  didapat angka riel, seberapa besar tarif tol harus naik atau bahkan tarif tol tidak harus dinaikkan karena kenaikan biaya operasional sudah terpenuhi dari tingkat kenaikan pengguna tol. 

Menggunakan jalan Tol atau tidak, tidak bisa dilepaskan dengan kebijakan tentang transportasi publik. Kebijakan transportasi di Indonesia selama ini selalu berorientasi kepada penggunaan alat transportasi pribadi apakah itu kendaraan beroda empat atau beroda dua. Kebijakan transportasi seperti ini sudah selayaknya dihentikan, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk terutama di pulau Jawa. Kalau saja kita tetap memegang erat kebijakan transportasi pribadi, maka pemerintah DIHARUSKAN untuk membangun dan membangun terus menerus Jalan Tol, jembatan layang, underpass dan lain-lain yang kesemuanya akan MENGGERUS jumlah LAHAN PERTANIAN atau lahan perhutani. Ini sudah terjadi dan sudah mengakibatkan daya dukung lahan di pulau Jawa menjadi sangat kritis.

Pemerintah sudah selayaknya menghentikan pembangunan jalan tol dan mulai memperhatikan transportasi masal seperti Kereta Api untuk jarak jauh (antar kota antar propinsi - AKAP) dan transportasi masal seperti Monorail, subway/metro dan commuter-railways untuk jarak dekat. Bahasa terangnya, melalui kemacetan yang semakin menggila, masyarakat harus “dibuat jera” untuk menggunakan kendaraan pribadi sehingga secara berangsur-angsur mereka berpindah kepada moda transportasi umum/masal.

Memang masih banyak kerja keras yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menuju perbaikan sistem transportasi publik. Baik dari segi perencanaan, implementasi dan pendanaannya. Apalagi di tengah kondisi ekonomi yang semakin parah. Tapi kita harus mulai dari sekarang, walaupun inipun sudah sangat terlambat.

Kemacetan yang terjadi di berbagai kota terutama di wilayah Jabodetabek, tidak selayaknya ditanggulangi dengan pembangunan Jalan layang/underpass dan jalan tol tetapi harus menjadi momentum untuk mengganti sistem transportasi pribadi menjadi sistem transportasi umum. Masyarakat harusnya mengingatkan pemerintah untuk tidak “menyerah” pada kepentingan industri kendaraan bermotor dan secara cerdas harus mencari terobosan agar industri kendaraan bermotor tetap hidup (yang berarti tidak perlu ada PHK) tetapi kepentingan “negara” terutama dalam kaitannya dengan “pemulihan daya dukung lahan” terutama di pulau Jawa harus dikedepankan. Jangan sampai pulau Jawa dipenuhi dengan jalan raya. Dalam jangka panjang, ini akan lebih menyengsarakan rakyat, khususnya para petani yang notabene rakyat kecil.

Saya ingat, saat jamannya kuliah Perkotaan dengan Pak Bianpoen di akhir tahun 70an (79-80), RUTR Jakarta sudah memasukkan moda transportasi MRT dan sekarang sudah lebih dari 25 tahun, moda transportasi itu sama sekali belum terealisir dan kita semakin terjerat dalam belenggu kaum kapitalis – para investor/industri mobil-motor. Entah sampai kapan, kita terbelenggu oleh kepentingan sesaat dan solusi jangka pendek saja.
salam - reedit 4/9/07


From: On Behalf Of xxxxxxxx
Sent: Tuesday, September 04, 2007 10:21 AM
To: xxxxxxxxxxx@yahoogroups.com
Subject: [alumni_ftui] Setuju TARIF TOL naik...!.
Temans,

Saya SETUJU dengan kenaikan tarif Tol sebesar 20 %, TAPI dengan perhitungan yang FAIR...

Beberapa hari ini kita disibukkan dengan kenaikan tarif Tol yang katanya disesuaikan sesuai laju Inflasi selama 2 tahun terakhir. Sebagian masyarakat kita mengajukan Class Action untuk membatalkan kenaikan yang dianggap semena-mena dan minta perubahan Undang-Undang tentang jalan, Namun sebenarnya permasalahan utama yang ada kan hanya besaran kenaikan 20%, ini yang harusnya jadi fokus terhadap para penentang
kenaikan tersebut.

Sebenarnya menteri PU yang menetapkan 20 % sesuai Inflasi tidak tepat, Investasi di Jalan Tol, komponen terbesar adalah untuk biaya pembangunan awal yang terdiri dari pembebasan lahan, pembangunan infrastruktur awal dan preliminary cost lainnya. Komponen biaya untuk operasional dan pemeliharaan kan hanya sebagian kecil (mungkin sekitar 20-30%) jika dibandingkan dengan pembangunan awal. Komponen biaya
operasional dan pemeliharaan ini yang terpengaruh oleh Inflasi.

Biaya-biaya pembangunan awal itu dilakukan di tahun-tahun awal pembiayaan, yang seharusnya tidak terpengaruh terhadap besaran Inflasi yang terjadi. Kita asumsikan saja bahwa Inflasi sebesar 20% sesuai dengan dasar yang dijadikan acuan oleh Menteri PU. Kenaikan tersebut hanya berpengaruh terhadap komponen operasional & pemeliharaan yang diasumsikan sebesar 30%

Jadi besaran kenaikan yang cukup FAIR adalah 20% x 30 % = 6 %.

Jadi saya SETUJU tarif Tol Naik 6 % He...he...he. ..

xxxxx -
yang setuju tarif tol naik.

3 komentar:

  1. untung, udah ga perlu lewatin tol kalo ke kantor..

    BalasHapus
  2. Saya sangat setuju jika MRT digalakkan, supaya gap antara kaum borju dan proletar tidak terlalu jauh terutama dalam hal penggunaan jalan raya. Kalau ingin meningkatkan penggunaan MRT bisa juga sekalian tarif tol dinaikkan untuk pengguna kendaraan pribadi, tetapi bagi kendaraan umum (AKAP dan sebagainya tarifnya tetap), meskipun saya tetap gak yakin masalah harga menjadi pertimbangan para pemilik kendaraan pribadi. Tapi kalau kendaraan pribadi dibiarkan berdesak-desakan di jalan umum sementara MRT menggunakan jalan khusus yang lancar dan mulus lambat laun orang akan beralih menggunakan MRT. Saya punya ususl bagaimana kalau jalan raya yang ada dibagi 3. Satu bagian khusus untuk sepeda, untuk mengurangi polusi. satu bagian untuk MRT satu lagi untuk kendaraan lainnya.

    BalasHapus

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...