Minggu lalu, pembantu rumahku, heboh banget. Mundar mandir kesana kemari sambil menyampirkan kain kotak2 berwarna biru, di bahunya. Kain itu adalah tugas sekolah anaknya yang duduk di kelas 6 di salah satu SD negeri di Jakarta Selatan. Membuat taplak meja untuk digunakan di meja guru sekolah dan tugas itu harus selesai dan dikumpulkan menjelang ujian nasional.
Konon tugas itu dibagikan per kelompok yang beranggotakan 1 orang murid perempuan dan 3 orang murid lelaki. Bahan disediakan sekolah sehingga murid-murid tidak terbebani biaya. Sampai disini, pekerjaan/prakarya ini tidak ditemukan kejanggalan. Tetapi, menjadi masalah karena ternyata murid-murid tidak pernah diajarkan menjahit. Jangankan menjahit dengan mesin, jahit tangan saja, mereka tak mampu. Itu sebabnya orangtua murid menjadi sibuk dibuatnya. Ada yang menjahit tangan dan ada pula yang mengambil jalan pintas dengan membawanya ke tukang jahit. Selesai sudah.
Murid membawa tugas yang sudah diselesaikan dengan baik, lalu mendapat nilai. Entah bagaimana cara guru menilai tugas itu. Seorang guru SD pasti tahu bahwa jaman sekarang, jarang sekali orang yang mampu menjahit baik jahitan tangan maupun dengan mesin. Jangankan murid SD, ibu merekapun belum tentu mampu menjahit dengan mesin.
Niat membekali murid dengan ketrampilan, tentu sangat baik. Tapi apakah penerapannya dengan cara seperti ini?
Konon tugas itu dibagikan per kelompok yang beranggotakan 1 orang murid perempuan dan 3 orang murid lelaki. Bahan disediakan sekolah sehingga murid-murid tidak terbebani biaya. Sampai disini, pekerjaan/prakarya ini tidak ditemukan kejanggalan. Tetapi, menjadi masalah karena ternyata murid-murid tidak pernah diajarkan menjahit. Jangankan menjahit dengan mesin, jahit tangan saja, mereka tak mampu. Itu sebabnya orangtua murid menjadi sibuk dibuatnya. Ada yang menjahit tangan dan ada pula yang mengambil jalan pintas dengan membawanya ke tukang jahit. Selesai sudah.
Murid membawa tugas yang sudah diselesaikan dengan baik, lalu mendapat nilai. Entah bagaimana cara guru menilai tugas itu. Seorang guru SD pasti tahu bahwa jaman sekarang, jarang sekali orang yang mampu menjahit baik jahitan tangan maupun dengan mesin. Jangankan murid SD, ibu merekapun belum tentu mampu menjahit dengan mesin.
Niat membekali murid dengan ketrampilan, tentu sangat baik. Tapi apakah penerapannya dengan cara seperti ini?
kalo saya pikir sih itu jalan pintas murmer buat bikin taplak meja guru baru hehehe ^__^
BalasHapusbisa jadi begitu. tapi kan menyalahi spirit pendidikan
BalasHapusgur sekarang banyak yg gak kreatif ya...
BalasHapustapi masih banyak juga guru yg cukup ideal buat anak2 kita kelak.
orang tua muridnya gak ada yang protes apa mbak?
BalasHapusgimana mau kreatif, kalau jiwanya bukan sebagai pendidik
BalasHapusOrangtua sekarang banyak yg pikirannya cuma bagaimana cara spy si anak dapat nilai tinggi, bukan bagaimana si anak mendapatkan ilmu dan pendidikan yang baik dan benar
BalasHapusLho, apanya yang aneh ? bukannya itu adalah sudah menjadi budaya kita ? menghargai suatu produk tanpa mempertanyakan darimana produk itu ? contohnya, kasus blue energy, masih ingat ? proyek ini di blow up habis-habisan sebagai karya anak bangsa dengan bukti hasil dari penelitian sang "ilmuwan". tetapi ternyata sang 'ilmuwan" tidak bisa membuktikan bagaimana cara pembuatannya, dan bahkan sang "ilmuwan" tidak bisa membuatnya lagi untuk dipertanggung jawabkan. nah dalam hal ini, guru itu adalah pemerintah, dan anak didiknya adalah sang "ilmuwan'. lalu apa salah kalo guru diatas meniru prilaku "guru" nya dengan hanya menilai hasil bukan darimana datangnya ?
BalasHapusmari kita kontemplasikan....
saya nggak ngerti jalan pikiran anda.
BalasHapus