Senin, 23 Maret 2009

Kampanye (yang) Menipu Diri Sendiri

Mungkin kecurigaan ini terlalu berlebihan, tapi mari kita inrtospeksi diri dan berpikir jernih saja dalam melihat kegiatan kampanye terbuka yang sedang digelar hingga akhir bulan Maret ini.Minggu lalu, saat saya sedang mengendarai mobil dari kantor menuju proyek, saya melewati lapangan Blok S. Samar-samar terdengar alunan music yang saya yakin bukan berasal dari perangkat audio mobil yang saya kendarai. Saya lalu clingak-clinguk mencari arah music tersebut.

Lapangan sepak bola Blok S selalu menjadi salah satu lokasi kampanye terbuka. Saat itu waktu menunjukkan sekitar jam 14.30, di sana saya melihat ada panggung yang cukup megah dengan sebuah boys band yang sedang serius manggung membawakan lagunya… entah apa judulnya. Di lapangan tidak terlihat banyak massa yang hadir. Mungkin hanya ada sekitar 100 orang berkumpul di depan panggung. Hanya itu saja. Tidak terlihat kemeriahan di pinggir lapangan atau di seputar lapangan.

Di seputar lapangan bertengger bendera dan spanduk partai berwarna putih yang dominan dengan warna hijau disana-sini. Saya tidak sempat membaca nama partainya. Tapi menilik warna yang digunakan diperkirakan hari itu adalah kampanye terbuka partai Islam. Melihat sepinya lapangan saat itu, sempat terpikir bahwa kampanye sudah usai, namun kalau melihat band masih bermain serius, rasanya agak bertolak belakang. Apalagi… belakangan saya mendengar di radio bahwa jadwal kampanye terbuka diselenggarakan mulai jam 14.00 – 16.00 dan televisi juga ramai memberitakan bahwa kampanye terbuka di Jakarta tidak mendapat sambutan meriah.

Berbeda dengan di daerah yang gegap gempita dan masih dilanjutkan dengan arak-arakan seperti masa lalu.Indikasi kampanye “TIDAK LAKU” juga tercermin saat SBY melakukan kampanye terbuka di Gelora Bung Karno, dimana dari rencana 3 sesi orasi yang akan dilakukan SBY, ternyata hanya 1 saja yang terlaksana. Pengurus partai boleh berdalih bahwa substansi kampanye telah tercakup dalam 1 sesi saja… tapi, siapa yang percaya…?

Politikus seringkali memelintir bahasa dan ini Jakarta, dimana diharapkan masyarakat lebih “pandai dan kritis”. Kalau mau jujur, mestinya hal tersebut menjadi indikasi bahwa masyarakat sudah tidak lagi bisa dibohongi melalui janji dan jargon selama masa kampanye saja. Buktikan bahwa “BERSAMA KITA BISA” ….. yang ternyata KITA belum juga BISA BERSAMA.

Kampanye JK dan MSP di daerah selalu mendapat sambutan meriah, namun lagi-lagi perlu diragukan loyalitas masyarakat yang hadir saat kampanye. Koran-koran ramai memberitakan bahwa masyarakat hadir membanjiri lapangan tempat kampanye dengan iming-iming, kaus+makan/minum ditambah dengan uang lelah yang konon tarifnya antara 10ribu hingga 25ribu.

Itu sebab seringkali para grass root memiliki berbagai kaus dari berbagai partai yang membayarnya untuk mengikuti kampanye. Wartawan yang iseng mewawancarai peserta kampanye akan selalu mendengar jawaban bahwa mereka dibayar untuk hadir. Loyalisme dan ideology….? Emang gue pikirin… mungkin begitu kira-kira yang ada dibenaknya dan ikut kampanye baik sebagai peserta maupun koordinator menjadi mata pencaharian lima tahun sekali.

Mungkin di antaranya memang ada simpatisan atau masa pendukung yang betul-betul loyal. Tapi…. meluangkan waktu pada jam kerja untuk mendengarkan sebuah omong-kosong…? Come on ….. rasanya jauh banget deh. Apalagi membayangkan seperti kampanyenya Barack Husein Obama dimana di setiap kampanye dia bisa mengumpulkan dana.

Di Indonesia yang terjadi adalah para calon akan mengeluarkan dana untuk memenuhi kebutuhan para pendukungnya saat menghadiri kampanye, mulai dari kaus, makan/minum, uang transport dan lain-lain. Lupakan bahwa massa pendukung akan mau membeli atribut partai seperti mereka berlaku saat membeli merchandise dari idolanya (grup band atau pemain sepakbola terkenal dll).

Jadi… kalau model kampanyenya berbasiskan atas “pesanan” mengumpulkan massa dengan segala iming-iming, bagaimana kita bisa mengukur “suara pendukung” secara tepat. Tapi… yang lebih parah adalah para pelaku, dalam hal ini adalah para elite partai…. Kok mau-maunya membohongi diri sendiri. Bicara, … jual janji ….di depan massa yang hadir dimana sebagian besar, bukan karena loyalitas kepada partai atau si tokoh tetapi karena iming-iming uang kehadiran….. atau mendapatkan suara pemilih karena para pemilih juga diming-imingi uang.

Kalau begini model kampanyenya, pantas saja kalau korupsi meracuni penghuni DPR. Butuh modal besar untuk menghuninya dan tidak banyak orang yang mau kehilangan begitu saja. Modal yang sudah dikeluarkan tentu harus kembali.

Entah karena berpikir realistis atau hanya untuk “meledek”, tentu tidak bisa disalahkan kalau dibeberapa kota, dinas Kesehatan sudah mempersiapkan RSJ untuk menampung calon legislative yang diperkirakan stress/terganggu jiwanya bila nanti tidak terpilih. Stress membayangkan uangnya yang hilang atau bahkan dikejar-kejar hutang.

Oh pemilu……!!!

(walau foto ternyata menampilkan tokoh GOLKAR, saya bukan pendukung Golkar. Mbah Google nya aja yang konyol...)

15 komentar:

  1. ada kok mbak kampanye yang pesertanya tidak dibayar dan berangkat dengan ongkos dari kantongnya sendiri.

    BalasHapus
  2. lucu ya demokrasi kog gitu.. kampanye kudu dibayar.. loyalnya kemana? baguslah kalu RSJ sudah siap2 menampung caleg yang ga kepilih..
    ada tuh tetanggaku jual rumah dan mobilnya buat kampanye.. yakin gitu bakal jadi legislator.. ga mikir kalu kepilih hutangnya bayar pake apa.. emang cara mikir yang aneh.. pantes deh dpr susah bersih dari korupsi..

    BalasHapus
  3. iya tapi sedikit kan..
    ku aja ogah diajak kampanye.. sudah panas, sumpek, kalu hujan basah dong.. kelaperan pula.. apalagi yang ngantor.. emang boleh bolos?

    BalasHapus
  4. saya percaya di setiap partai ada orang yang masih idealis, tapi jumlahnya sedikit.

    BalasHapus
  5. jadi caleg mikirnya emang gak bisa matematis... dan masing-masing punya alasan dari alasan yg terang benderang sampa yang dplintir-plintir

    BalasHapus
  6. ternyata kata babeku.. itu cara pikir feodal.. :D warisan belanda juga.. tapi mereka sudah pengalaman kampanye yang santun dan menghasilkan lebih bisa dengan teknologi kan.. ga buang2 duit kaya gini.. contohnya paling dekat tuh obama.. pake fesbuk bisa..

    BalasHapus
  7. drpd keikut suzon,jalani aje dah,udh bgni,bnyk berdoa ajah

    BalasHapus
  8. insya Allah banyak mbak. Kami biasa pergi berombongan naik bis untuk menghadiri acara partai dan biayanya urunan dari kantong kami sendiri karena memegang prinsip sunduquna juyubuna. Kas kami adalah kantong kami. maklum Partai Kantong Sendiri

    BalasHapus
  9. Tadinya simpatik ma PKS. Tp stlh bc artikel di
    winwannur.blogspot.com
    saya jd mikir2 lg...
    Should I choose?

    BalasHapus
  10. wach..lagi rame nih mb Lina di tanah air.Msh belom tertarik nih ama politik.Waktu itu ada temen yg suaminya juga caleg,eh kampanye bgt dech kalo ngobrol sama daku lewat ym ha...ha...ha..

    BalasHapus
  11. Setuju... kita memang gak boleh su'udzon.
    Saya cuma sedih aja karena ruang gerak saya dekat dengan lingkungan anggota legislatif. Begitulah kenyataannya walaupun saya masih percaya ada yang betul-betul bersih. Tapi siapa... di antara ribuan caleg itu yang masih bersih?

    BalasHapus
  12. masyarakatnya beda Tin... jangan samakan masyarakat di negara maju dengan rakyat Indonesia.

    Kita berkoar-koar tentang demokrasi. Merubah cara milih dari coblos ke contreng, karena fokus perhatian hanya pada masyarakat perkotaan. Kemarin saya baca suatu artikel di koran, ada masyarakat desa yang nanya.... (dia pake bahasa jawa) ... lha gimana contrengnya, wong cara pegang ballpen nya aja gak bisa...?

    Nah lo......?

    BalasHapus
  13. saya percaya masih ada yang loyal seperti anda, tapi kita bicara secara general terutama bagi masyarakat perkotaan umumnya

    BalasHapus
  14. jadi pengen tahu nih... karena saya juga denger kabar-kabar miring juga, dan bahkan pernah liat dengan mata kepala sendiri praktek negatif dari "oknum"nya

    BalasHapus
  15. kan lagi kampanye... kalo saya sih lagi sebel aja, abis lain di mulut, lain pula kenyataannya

    BalasHapus

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...