Jumat, 02 Mei 2014

PLINTIRAN WARTAWAN atau KEDANGKALAN PENGETAHUAN?

Monumen Nasional di malam hari
Hari ini, Jum'at 2 Mei 2014, dalam harian Kompas halaman 26, di bawah judul "DKI Ambil Alih Proyek Bank Dunia, M Sanusi, salah satu anggota dprd dki Jakarta dan Ucok Sky Khadafi, Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran mengemukakan tanggapan yang lebih berisi keberatan-keberatan tentang rencana pemda dki Jakarta mengambil alih/refinancing (?) 2 dari 7 paket pekerjaan pengerukan sungai di wilayah dki Jakarta.

Pekerjaan pengerukan sungai tersebut didanai dari pinjaman bank dunia senilai +/- Rp.1,5 trilyun melalui proyek yang dinamai Jakarta Emergency Dredging Initiative. Masih menurut harian tersebut, sebagian dana pinjaman tersebut disalurkan melalui pemda dki Jakarta dan sebagian lagi disalurkan melalui Kementrian Pekerjaan Umum. Pemda dki menginginkan agar penyelesaian proyek dipercepat dari 5 tahun menjadi hanya 2 tahun saja dengan pola pendanaan yang akan diatur oleh pemda dki sendiri.

Mereka, anggota dprd tersebut dan Ucok berdalih bahwa pengalihan pendanaan proyek tersebut harus seijin dprd. Lebih jauh lagi, mereka berpendapat bahwa pengambil-alihan tersebut mencederai komitmen pada bank dunia. M Sanusi juga mengatakan bahwa kepercayaan bank dunia kepada pemda dki bakal hilang. Ditakutkan, pemda dki bakal kesulitan bila kelak suatu saat membutuhkan pinjaman dari bank dunia.

Jakarta, ternyata cantik juga
Pemerintah dki sendiri, tentu memiliki alasan mengapa mereka berani mengambil keputusan tersebut. Termasuk juga sudah memperhitungkan darimana sumber dana pengganti pinjaman bank dunia.
Butir pertama dari keberatan kedua orang tersebut, entah merupakan pendapat instansinya masing-masing atau pendapat pribadi, yaitu  tentang persetujuan dprd dki, sangat bisa dimengerti dan diterima akal sehat.

Persetujuan dprd tentu dimaksudkan agar pemda dki Jakarta tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Agar pengambil-alihan pinjaman (refinancing?) menjadi lebih terarah sumber dan penggunaan dananya serta syarat-syarat pengalihan pinjaman, yaitu bila dana pengganti berasal dari pinjaman institusi bank lainnya, tidak memberatkan. Akan lebih baik lagi bila prasyaratnya lebih ringan dan menguntungkan bagi pemda dki serta seluruh pemangku kepentingan (stake holder) di wilayah dki Jakarta. Intinya supaya tidak gegabah dan merugikan.

Ini praktek biasa yang berlaku juga di perusahaan swasta. Wewenang eksekutif dibatasi dalam hal meminjam dan menjaminkan aset perusahaan, yaitu harus dan wajib ada persetujuan dewan komisaris perusahaan atau para pemegang saham. Jadi .... kalau kedua orang tersebut mewajibkan agar pemda dki meminta persetujuan dprd, wajarlah .... Asal dalam permintaan persetujuan tersebut, dprd tidak mempersulit dan merongrong dengan segala macam "amplop" seperti yang konon biasa dilakukan.
Jakarta di malam hari
Butir ke 2, yaitu pendapat bahwa refinancing bakal mencederai komitmen kepada peminjam dan ketakutan suatu waktu kelak akan mendapatkan kesulitan saat memerlukan pinjaman bank dunia. ini betul-betul pendapat yang sangat aneh bin ajaib ·····

Mungkin, pemberi komentar, tidak paham atau tidak pernah berurusan dengan bank terutama dalam hal pinjam meminjam. Maklum ... anggota dprd memang umumnya kaya raya berlimpah uang. Jadi secara pribadi tentu tidak memerlukan pinjaman uang. Apalagi kalau latar belakangnya bukan pengusaha. Bisa jadi urusannya cuma buka deposito saja. Atau bahkan sama sekali enggan berurusan dengan bank, takut transaksi keuangannya terendus PPATK dan kemudian berujung ke KPK.

Sebagai peminjam, pemda dki mempunyai hak mengevaluasi syarat-syarat pinjaman. Kalau pada saat awal pinjaman, untuk suatu alasan tertentu yang kita semua sama sekali tidak tahu, pemda "terpaksa" menerima syarat berat dari bank dunia, maka seiring dengan waktu berjalan, saat harus memperpanjang perjanjian pinjaman yang umumnya dilakukan setiap tahun, peminjam bisa meminta perubahan syarat/kondisi pinjaman sebelum menandatangani perpanjangan pinjaman. Kalau tidak ada titik temu atas permintaan perubahan syarat dan kondisi, tentu ..... boleh saja pemda/peminjam mencari sumber dana lain/pinjaman dari bank lain yang persyaratannya lebih ringan/baik untuk men "take over/refinancing" pinjaman tersebut. Kondisi ini juga merupakan praktek yang biasa dan sangat umum di dunia usaha/perbankan. Jadi .... dimana letak kesalahannya?

mungkin ini salah satu lokasi proyek
Takut kalau suatu saat pemda dki memerlukan pinjaman akan mendapat kesulitan...? Pendapat ini rasanya menyiratkan ketidaktahuan "komentator" atas praktek pinjam-meminjam di dunia perbankan. Bank manapun juga, sangat takut kehilangan nasabah terutama nasabah dengan track record yang baik. Antara lain .... peminjam memiliki sumber-sumber pengembalian pinjaman yang jelas serta collateral alias jaminan yang memadai. Dengan demikian yang bersangkutan mampu serta patuh membayar pokok pinjaman dan bunga. Bank hidup dan berkembang dari bunga dan provisi pinjaman .... Kehilangan nasabah, pasti akan merugikan bank.

Jadi jelas .... untuk pinjaman kelas berat yaitu yang nilai pinjamannya luar biasa besarnya, justru bank yang ketakutan. Kemacetan pengembalian pinjaman (non performing loan) pasti akan sangat mengganggu operasional bank. Percayalah .... Bank akan bersikap sangat lunak pada nasabah premium semacam itu.

Ketakutan paling besar dari bank adalah kalau pinjamannya tidak dilunasi ... Jadi, daripada macet ... bank akan melakukan penjadwalan kembali pembayaran hutang. Yang penting nasabah mampu mencicil pinjaman beserta bunga. Jadi kalau pinjaman dilunasi lebih cepat ... tentu akan lebih baik, terutama kalau nasabahnya agak "nakal". Daripada kreditnya dikemplang ... dibawa kabur....

Banjir yang selalu dikeluhkan
Kalau nasabah premium yang patuh dan punya kemampuan bayar yang tinggi ... justru bank takut kehilangan ... Takut kalau sang nasabah pindah ke lain hati ... Maka ... mati-matian bank akan berusaha agar si nasabah tidak melunasi pinjamannya. Malah, bukan tidak mungkin peminjam akan diiming-imingi bunga rendah dan tenggat waktu pengembalian yang sangat panjang. Istilah umumnya adalah pinjaman lunak.
Bukankah dalam skala kecil, kita juga sering mendapat tawaran langsung melalui telpon, surat atau sms, untuk mengalihkan tagihan kartu kredit kita ke bank lain dengan iming-iming bunga lebih rendah, berbagai kemudahan serta mungkin juga hadiah. Sekali lagi····· ini praktek lumrah dalam dunia perbankan.
Menjadi aneh bila anggota dprd dan direktur investigasi dan advokasi forum Indonesia untuk transparansi anggaran tersebut seperti mencurigai dan mungkin mempersulit rencana pemda dki mengambil alih/refinancing tersebut dengan dalih menyalahi komitmen dengan bank dunia. Apakah mereka tidak mengerti praktek umum perbankan atau ada plintiran wartawan atas masalah ini. Kalau melihat media yang mewartakannya, rasanya mustahil ada plintiran wartawan dalam pemberitaannya.

Seharusnya .... baik dprd dan forum Indonesia untuk transparansi anggaran meminta pemda dki menjelaskan rencana tersebut sekaligus menanyakan plus/minusnya refinancing. Dukung kalau hal itu memang lebih menguntungkan ······ Yang begini lebih cerdas .... dan memang seharusnya begitu ...!!!
Jangan menjegal tanpa alasan yang jelas dan malah memperlihatkan betapa konyolnya pendapat mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...