Selasa, 09 Januari 2018

Jalan panjang pernikahan

Banyak orang beranggapan bahwa pernikahan adalah tujuan akhir dari pasangan yang saling jatuh cinta. Mengganggap bahwa pernikahan adalah pelabuhan tempat mereka menambatkan perahu .... "Rumah" tempat mereka memadu kasih yang nyaman dan menyemai kebahagiaan ... Jarang yang menyadari bahwa pernikahan sebetulnya adalah awal dari sebuah perjalanan panjang dalam sebuah perahu bernama "rumah tangga". Perahu yang akan berlayar mengarungi riak dan gelombang kehidupan, entah untuk berapa lama. Tanpa tahu apakah perahu rumah tangga tersebut bisa dan mampu melewati Irak dan gelombang yang "pasti" akan menghampirinya ... Akankah dia berlabuh dengan selamat dan dimana, kapan dan akankah biduk berlabuh dalam kondisi yang baik.

Manusia ... siapapun dia ..., masih berstatus sendiri maupun sudah berpasangan akan berkembang sesuai dengan latar belakang pendidikan, lingkungan pergaulan, status sosial, pekerjaannya, status ekonomi selain bekal yang diperolehnya dari keluarga asal, berupa pendidikan etika, moral dan juga teladan yang dilihat dan dirasakan dari kedua orangtuanya.

Begitu pula yang terjadi pada pasangan suami istri. Mereka masing-masing berkembang sesuai pergaulan, status sosial, pekerjaannya, status ekonomi dan minatnya. Karenanya tidaklah heran bila pengaruh peer group ke dalam perilaku manusia seringkali menjadi sangat kuat. Kehadiran anak-anak yang diharapkan bisa menjadi pengikat hubungan, namun juga bisa jadi sebab berkurangnya hubungan antar pasangan karena kesibukan dan perhatian untuk mengurus anak menyebabkan salah satu pasangan merasa terabaikan. Pada pasangan yang keduanya bekerja, masalah mungkin akan bertambah rumit. Mulai dari masalah "penjaga dan pengawas" anak, pendidikan dini anak balita dan sebagainya. Betul ada pengasuh anak professional, tetapi perbedaan status sosial antara pengasuh dan orangtua tentu akan berpengaruh terhadap persepsi dan cara pengasuhan anak. Jangan juga dilupakan, anak juga memerlukan sentuhan kasih sayang orangtua. Berapa banyak orangtua bekerja yang dengan kesadaran dan kesabaran penuh masih mau meluangkan waktu "memegang" si anak, setelah lelah bekerja sepanjang hari?

Belum lagi masalah keuangan dan psikologis pasangan ... Secara tradisi dan agama, suami diposisikan sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah utama. Manakala penghasilan istri dan status sosial profesional Istri jauh melampaui suami, sangat mungkin menjadi masalah tambahan bagi pasangan suami istri. Tidak dapat dipungkiri, kondisi ini Membuat istri menjadi sangat mandiri baik secara psikologis maupun keuangan untuk kemudian dianggap "suka berlaku semaunya" di hadapan suami. Beruntunglah kalau hubungan, komunikasi dan keterbukaan dengan pasangannya tetap terjaga.

Maka ... jangan heran kalau bertambahnya usia pernikahan tidak menjamin hubungan suami istri menjadi semakin kuat. Alasan, bahwa salah satu pasangan tidak lagi menjaga komitmen pernikahan seringkali dijadikan masalah dalam pertengkaran. Kita seringkali lupa bahwa perubahan usia, status sosial/ekonomi dan pergaulan menyebabkan cara pandang kita akan mengalami pergeseran. Komitmen awal pernikahan yang dilakukan beberapa tahun lalu, mungkin perlu disesuaikan secara periodik mengikuti pertambahan usia, status sosial/ekonomi dan banyak aspek lainnya. Ibaratnya .... kalau saat ini sudah era komunikasi via internet ... akankah kita masih harus berkeras berkomunikasi dengan menggunaka telegram jaman tahun 60an ....


Jadi .... rasanya tidak perlu heran, kalau setelah belasan tahun atau bahkan telah melewati masa pernikahan perak alias 25 tahun berlayar bersama, hubungan suami istri menjadi hambar dan banyak diwarnai pertengkaran tak berkesudahan .... Menganggap pasangan tidak lagi memegang komitmen atau janji-janji yang mungkin dianggap sudah ketinggalan jaman oleh pasangannya.

Tidak juga harus heran apabila semakin banyak perpisahan terjadi di usia pernikahan yang sudah berlangsung selama belasan dan dua atau tiga puluhan tahun lamanya. Bahkan pada pasangan yang sudah uzur sekalipun. Mereka yang "kuat mental"nya mungkin akan mengambil jalan perpisahan .... Namun para hipokrit akan tetap bertahan dalam pernikahan hambar hanya karena tidak ingin mendengar "apa kata orang nanti" walaupun mereka harus memendam perasaan dan merasa tersakiti. 

Apapun juga yang kita lihat atau dengar tentang perjalanan pernikahan orang, jangan menghakiminya karena setiap manusia akan memilih apa yang dianggapnya terbaik baginya dan mereka tentu sadar akan konsekuensi dari pilihannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUKAN KARANGAN BUNGA🌺🌺

 Dapat kiriman tulisan yang bagus, untuk refleksi diri DICARI Teman yg bisa  Mensholatkan kita...   Ketika KITA WAFAT... BUKAN KARANGAN BUNG...