Aku....? Jelas bukan penulis... kalau julukan penulis itu harus diartikan dengan memiliki buku yang sudah dicetak/diterbitkan dan kemudian dipasarkan lalu dibaca orang. Walau begitu, mungkin bukan kebetulan kalau di kantor, itu yang namanya tulis-menulis, hampir selalu atau lebih tepatnya sebagian besar terpaksa dan dipaksa mampir ke mejaku dulu sebelum persetujuan akhir dari big boss. Entah sejak kapan hal itu terjadi.
Awal "berkenalan" dengan big boss, beliau masih menjadi executive di salah satu anak perusahaan milik salah satu pengusaha pribumi yang cukup kondang di negeri gemah ripah loh jinawi yang sampai saat ini masih belum mampu membuat rakyatnya makmur dan sejahtera. Hubungan kerjaku dengannya tidak terlalu dekat, bahkan tidak pernah berhubungan langsung, kecuali saat big boss di awal tahun 90 bermimpi membuat Mall di Bekasi, setelah melihat kesuksesan Pondok Indah Mall. Ini terjadi sebelum berdirinya Metropolitan Mall yang berlokasi di gerbang toll Bekasi Barat. Saat itu, mengetahui aku pernah bekerja dan kenal dengan perencana lokal yang menjadi partner perencana utama Pondok Indah Mall, maka aku diminta menjadi penghubungnya. Itulah yang menjadi awal hubungan kerja langsung, tapi tidak juga mendekatkan kami.
4,5 tahun kemudian, saat beliau memegang tampuk jabatan sebagai ketua umum organisasi tempat kumpulnya para pengusaha dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai executive di perusahaan tersebut, beliau menawariku untuk bergabung di perusahaan yang didirikannya. Aku turut bergabung, bukan karena iming-iming materi, tapi memang karena setelah pergantian pimpinan perusahaan, suasana kantor lama terasa kurang kondusif lagi buatku.
Saat itu, sekitar pertengahan tahun 90an, untuk urusan tulis menulis beliau yang konon sejak masa mahasiswa adalah aktifis organisasi, ada satu wartawan dari satu media massa yang membantunya. Entah bagaimana cara kerjanya, yang pasti sang wartawan cukup sering mondar-mandir ke kantor. Maklum saja, jaman itu .... internet masih jadi barang aneh yang tidak banyak disentuh orang. Di rumah .... cuma suamiku yang mulai menggunakan korespondensi dengan email. Sementara aku baru mulai kenal dengan email tahun 1996, saat suamiku pergi ke Jerman untuk selama 3 bulan dan untuk kepentingan saling berkirim kabar itulah aku diberikan akses menggunakan email account nya di Indonet, satu-satunya provider email jaman itu. Eits ...., kok malah nglantur ke internet ya? Yuk ah, balik lagi ke urusan tulis menulis....
Aku juga lupa, sejak kapan big boss "mengenali" kemampuanku untuk membantunya dalam hal tulis menulis. Entah apakah melalui surat menyurat di kantor yang sering kulakukan sehubungan dengan pekerjaan atau hal lainnya. Yang kuingat adalah suatu kali doi meminta bantuanku untuk menulis makalah yang akan dipresentasikannya dalam forum panel diskusi dimana beliau menjadi salah satu pembicaranya. Usai acara tersebut, aku diberi amplop yang berisi uang cukup besar ... kalau tidak salah sekitar satu juta ..... Honor sebagai pembicara, karena amplop dengan label panitya, masih utuh tak terbuka, yang kemudian, sebagian habis untuk mentraktir teman sekantor, dan sebagian lagi masuk dalam pundi-pundi tabungan. Itulah honor yang pertama dan terakhir hahaha ....., Bukan karena doi nggak pernah jadi pembicara lagi. Mungkin lebih tepat disebut karena memang, seiring dengan waktu, beliau kemudian menolak honorarium dari panitya.
Apa yang ditulis...?
Macam-macamlah .... sesuai dengan kepentingannya. Entah karena jabatan organisasi yang disandangnya, topik-topik seminar/panel diskusi yang mengundangnya sebagai pembicara, pers release perusahaan, advertorial, resensi buku sampai pada artikel yang berkaitan dengan kampanye elektoral dan belakangan ini naskah sambutan/pidato. Pokoknya macam-macam deh .... Jadi ragam isinyapun bermacam-macam. Bisa tentang Real estate (perumahan/pemukiman dan Lingkungan), ekonomi, politik, pendidikan dan lainnya.
Nah .... berkenaan dengan naskah pidato itu, pernah juga aku diminta bantuan untuk menyiapkan naskah pidato yang akan dibaca oleh wapres (saat itu). Entah apakah kemudian naskah tersebut jadi digunakan, entahlah .... Biasanya pejabat negara memiliki tim penulis naskah pidatonya sendiri .... Nggak sembarang naskah bisa diterima. Kalau sekedar masukan dari masyarakat, bisa jadi ada yang diterima. Tapi jadi naskah utama.... wallahu alam.... Aku hanya menulis sesuai arahannya sekaligus sambil meluapkan apa yang ada di pikiranku.
Sekarang, kalau ada surat permintaan makalah seminar/panel diskusi, sambutan dan yang sejenis, sang sekretaris sudah tahu dan langsung mengirimkan 1 kopi surat undangan dan lampiran-lampirannya ke mejaku, supaya aku punya kesempatan mengerti topiknya dan mencari referensi terkait. Setelah itu, biasanya, setelah sang sekretaris memberitahukan tentang undangan tersebut, si boss akan menelpon memberi arahan beberapa stressing dari isi tulisan yang diinginkannya. Sisanya ....? Suka-sukalah... Apa yang ada di kepalaku bisa kutuangkan semua. Kadang ada issue menarik yang sedang hangat dan luput perhatiannya, bisa masuk dan bahkan akhirnya menjadi topik bahasan utama.
Sejujurnya, kegiatan ini seringkali menyita waktu kerja, apalagi kalau topiknya berat. Untungnya, aku kerja di kantor miliknya pribadi. Jadi rekan kerja yang lain terpaksa maklum kalau aku bilang nggak bisa diganggu karena lagi sibuk "mengarang" atau bahkan kalau kukatakan aku "terpaksa" datang terlambat ke kantor, kalau sudah mendekati tenggat waktu yang kujadwalkan sendiri, sementara kalau kukerjakan di kantor, konsentrasiku bisa buyar karena "gangguan" pekerjaan rutin.
Persiapannya.
Mungkin ini buah dari pendidikan kuno jaman buku pegangan pelajaran bahasa Indonesia masih dikarang oleh Poerwadarminta (maaf kalau salah .... it's been long time ago). Buku itu buatku fenomenal banget. Tokoh dan cerita sangat merakyat, baik isi ceritanya yang lebih banyak berisi kejadian sehari-hari, lokasi maupun nama anak-anaknya seperti Amir, Sudin, Muntu, Tuti .... Cita rasa lokalnya sangat terasa.
Ceritanyapun mengandung banyak hal yang menyangkut budi pekerti, kejadian alam/lingkungan, kesehatan dan lain-lain. Rasanya kalau Kemendiknas mau bikin buku ajar di SD yang konon kabarnya akan bersifat Thematic Integrative sebagaimana dicanangkan dalam Kurikulum 2013, maka buku pelajaran Bahasa Indonesia yang terdiri dari 2 buku yaitu Pelajaran Bahasa Indonesia yang berisi tata bahasa dan Bacaan Bahasaku, sangat layak "dihidupkan" lagi atau minimal menjadi acuan.
Sungguh .... buku pelajaran Bahasa Indonesia itulah yang membangkitkan minat bacaku. Begitu buku tersebut dibeli pada awal tahun ajaran, sudah langsung "kulahap" habis, sebagai pengisi waktu libur. Sehingga saat tahun ajaran dimulai, maka isi buku itu hanya menjadi bacaan ulangan saja. Tapi walau begitu, isi buku pelajaran bahasa Indonesia dan bacaan Bahasaku tersebut sama sekali tidak membosankan. Itulah awal kecintaanku terhadap buku dan bacaan.
Nah.... berkaitan dengan menulis .......! Dulu.... sejak duduk di bangku SD hingga tamat SMA, hal yang kusukai dan mungkin menyebalkan bagi sebagian anak lainnya adalah hari pertama masuk sekolah setelah liburan caturwulan. Jadi minimal ada 3 waktu yang menyebalkan atau menyenangkan buatku. Kenapa.....?
Karena .... pada hari itu, yang umumnya selalu dimulai dengan mata pelajaran bahasa, kami disuruh untuk membuat karangan. Apa saja .... tapi umumnya tentang kegiatan selama libur catur wulan.
Lain dari itu, selama di SMA, setiap murid diwajibkan membaca 1 buku sastra Indonesia setiap tahunnya. Jadi, minimal ada 3 bacaan genre sastra Indonesia, wajib baca. Mulai dari karangan dari sastrawan angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan 45 dan lain lain .... Tokoh-tokoh pengarang yang masih kuingat antara lain Sutan Takdir Alisyahbana alias STA, Marah Rusli, Nur St Iskandar, Armiyn Pane, Hamka, Utuy T Sontani, Pramudya Ananta Toer, Achdiat K, Aoh K, Amin Dt Madjoindo dan banyak lagi.
Buku-buku yang fenomenal antara lain Salah Asuhan, Siti Nurbaya, Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, Azab dan Sengsara dan lainnya ..... yang .... terus terang, aku lupa judul bukunya.... Lagi-lagi ....... it's been long time ago, tak terasa, sudah uzur juga rupanya. Jadi tidak mengherankan bila kemudian anak dan cucu STA berkecimpung tidak jauh dari apa yang sudah dirintis oleh sang God Father - STA, yaitu di dunia percetakan/penerbitan yang kini berkembang sebagai Femina Grup.
Kegemaran dan kebiasaan membaca, membuatku tidak bisa sembarangan saat menulis surat untuk urusan kantor ataupun apa-apa yang diminta big boss untuk keperluan organisasi/politiknya. Aku harus mengerti betul latar belakang tulisan yang akan dibuat dan karenanya dibutuhkan rujukan yang cukup. Bukan saja dari tulisan/buku ditambah dengan berbagai rujukan yang sekarang mudah diperoleh melaui internet, tetapi juga kepekaan terhadap berbagai masalah lingkungan dan kondisi masyarakat. Mungkin terlihat berlebihan, tapi menurutku itu salah satu kunci menulis yang baik dan berisi.
Itu sebabnya, buku yang ditulis oleh Pramudya Ananta Toer, Langit Kresna (serial Gajah Mada) Dan Brown terasa sangat "dalam"
***
Jaman sudah berubah dan kemajuan teknologi rupanya ada dampak negatifnya juga terhadap kemampuan tulis menulis. Kini banyak teman-temanku yang mengeluh bahwa di kantornya, kemampuan tulis menulis rekan kerja terutama para juniornya buruk sekali. Mereka umumnya tidak mampu lagi membedakan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan. Pemotongan kalimat, kata dan suku kata begitu parah .... Bisa jadi, mungkin suatu saat akan ada biro jasa untuk membuat surat. Kita lihat saja....
Awal "berkenalan" dengan big boss, beliau masih menjadi executive di salah satu anak perusahaan milik salah satu pengusaha pribumi yang cukup kondang di negeri gemah ripah loh jinawi yang sampai saat ini masih belum mampu membuat rakyatnya makmur dan sejahtera. Hubungan kerjaku dengannya tidak terlalu dekat, bahkan tidak pernah berhubungan langsung, kecuali saat big boss di awal tahun 90 bermimpi membuat Mall di Bekasi, setelah melihat kesuksesan Pondok Indah Mall. Ini terjadi sebelum berdirinya Metropolitan Mall yang berlokasi di gerbang toll Bekasi Barat. Saat itu, mengetahui aku pernah bekerja dan kenal dengan perencana lokal yang menjadi partner perencana utama Pondok Indah Mall, maka aku diminta menjadi penghubungnya. Itulah yang menjadi awal hubungan kerja langsung, tapi tidak juga mendekatkan kami.
4,5 tahun kemudian, saat beliau memegang tampuk jabatan sebagai ketua umum organisasi tempat kumpulnya para pengusaha dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai executive di perusahaan tersebut, beliau menawariku untuk bergabung di perusahaan yang didirikannya. Aku turut bergabung, bukan karena iming-iming materi, tapi memang karena setelah pergantian pimpinan perusahaan, suasana kantor lama terasa kurang kondusif lagi buatku.
Saat itu, sekitar pertengahan tahun 90an, untuk urusan tulis menulis beliau yang konon sejak masa mahasiswa adalah aktifis organisasi, ada satu wartawan dari satu media massa yang membantunya. Entah bagaimana cara kerjanya, yang pasti sang wartawan cukup sering mondar-mandir ke kantor. Maklum saja, jaman itu .... internet masih jadi barang aneh yang tidak banyak disentuh orang. Di rumah .... cuma suamiku yang mulai menggunakan korespondensi dengan email. Sementara aku baru mulai kenal dengan email tahun 1996, saat suamiku pergi ke Jerman untuk selama 3 bulan dan untuk kepentingan saling berkirim kabar itulah aku diberikan akses menggunakan email account nya di Indonet, satu-satunya provider email jaman itu. Eits ...., kok malah nglantur ke internet ya? Yuk ah, balik lagi ke urusan tulis menulis....
Aku juga lupa, sejak kapan big boss "mengenali" kemampuanku untuk membantunya dalam hal tulis menulis. Entah apakah melalui surat menyurat di kantor yang sering kulakukan sehubungan dengan pekerjaan atau hal lainnya. Yang kuingat adalah suatu kali doi meminta bantuanku untuk menulis makalah yang akan dipresentasikannya dalam forum panel diskusi dimana beliau menjadi salah satu pembicaranya. Usai acara tersebut, aku diberi amplop yang berisi uang cukup besar ... kalau tidak salah sekitar satu juta ..... Honor sebagai pembicara, karena amplop dengan label panitya, masih utuh tak terbuka, yang kemudian, sebagian habis untuk mentraktir teman sekantor, dan sebagian lagi masuk dalam pundi-pundi tabungan. Itulah honor yang pertama dan terakhir hahaha ....., Bukan karena doi nggak pernah jadi pembicara lagi. Mungkin lebih tepat disebut karena memang, seiring dengan waktu, beliau kemudian menolak honorarium dari panitya.
Apa yang ditulis...?
Macam-macamlah .... sesuai dengan kepentingannya. Entah karena jabatan organisasi yang disandangnya, topik-topik seminar/panel diskusi yang mengundangnya sebagai pembicara, pers release perusahaan, advertorial, resensi buku sampai pada artikel yang berkaitan dengan kampanye elektoral dan belakangan ini naskah sambutan/pidato. Pokoknya macam-macam deh .... Jadi ragam isinyapun bermacam-macam. Bisa tentang Real estate (perumahan/pemukiman dan Lingkungan), ekonomi, politik, pendidikan dan lainnya.
Nah .... berkenaan dengan naskah pidato itu, pernah juga aku diminta bantuan untuk menyiapkan naskah pidato yang akan dibaca oleh wapres (saat itu). Entah apakah kemudian naskah tersebut jadi digunakan, entahlah .... Biasanya pejabat negara memiliki tim penulis naskah pidatonya sendiri .... Nggak sembarang naskah bisa diterima. Kalau sekedar masukan dari masyarakat, bisa jadi ada yang diterima. Tapi jadi naskah utama.... wallahu alam.... Aku hanya menulis sesuai arahannya sekaligus sambil meluapkan apa yang ada di pikiranku.
Sekarang, kalau ada surat permintaan makalah seminar/panel diskusi, sambutan dan yang sejenis, sang sekretaris sudah tahu dan langsung mengirimkan 1 kopi surat undangan dan lampiran-lampirannya ke mejaku, supaya aku punya kesempatan mengerti topiknya dan mencari referensi terkait. Setelah itu, biasanya, setelah sang sekretaris memberitahukan tentang undangan tersebut, si boss akan menelpon memberi arahan beberapa stressing dari isi tulisan yang diinginkannya. Sisanya ....? Suka-sukalah... Apa yang ada di kepalaku bisa kutuangkan semua. Kadang ada issue menarik yang sedang hangat dan luput perhatiannya, bisa masuk dan bahkan akhirnya menjadi topik bahasan utama.
Sejujurnya, kegiatan ini seringkali menyita waktu kerja, apalagi kalau topiknya berat. Untungnya, aku kerja di kantor miliknya pribadi. Jadi rekan kerja yang lain terpaksa maklum kalau aku bilang nggak bisa diganggu karena lagi sibuk "mengarang" atau bahkan kalau kukatakan aku "terpaksa" datang terlambat ke kantor, kalau sudah mendekati tenggat waktu yang kujadwalkan sendiri, sementara kalau kukerjakan di kantor, konsentrasiku bisa buyar karena "gangguan" pekerjaan rutin.
Persiapannya.
Mungkin ini buah dari pendidikan kuno jaman buku pegangan pelajaran bahasa Indonesia masih dikarang oleh Poerwadarminta (maaf kalau salah .... it's been long time ago). Buku itu buatku fenomenal banget. Tokoh dan cerita sangat merakyat, baik isi ceritanya yang lebih banyak berisi kejadian sehari-hari, lokasi maupun nama anak-anaknya seperti Amir, Sudin, Muntu, Tuti .... Cita rasa lokalnya sangat terasa.
Ceritanyapun mengandung banyak hal yang menyangkut budi pekerti, kejadian alam/lingkungan, kesehatan dan lain-lain. Rasanya kalau Kemendiknas mau bikin buku ajar di SD yang konon kabarnya akan bersifat Thematic Integrative sebagaimana dicanangkan dalam Kurikulum 2013, maka buku pelajaran Bahasa Indonesia yang terdiri dari 2 buku yaitu Pelajaran Bahasa Indonesia yang berisi tata bahasa dan Bacaan Bahasaku, sangat layak "dihidupkan" lagi atau minimal menjadi acuan.
Sungguh .... buku pelajaran Bahasa Indonesia itulah yang membangkitkan minat bacaku. Begitu buku tersebut dibeli pada awal tahun ajaran, sudah langsung "kulahap" habis, sebagai pengisi waktu libur. Sehingga saat tahun ajaran dimulai, maka isi buku itu hanya menjadi bacaan ulangan saja. Tapi walau begitu, isi buku pelajaran bahasa Indonesia dan bacaan Bahasaku tersebut sama sekali tidak membosankan. Itulah awal kecintaanku terhadap buku dan bacaan.
Nah.... berkaitan dengan menulis .......! Dulu.... sejak duduk di bangku SD hingga tamat SMA, hal yang kusukai dan mungkin menyebalkan bagi sebagian anak lainnya adalah hari pertama masuk sekolah setelah liburan caturwulan. Jadi minimal ada 3 waktu yang menyebalkan atau menyenangkan buatku. Kenapa.....?
Karena .... pada hari itu, yang umumnya selalu dimulai dengan mata pelajaran bahasa, kami disuruh untuk membuat karangan. Apa saja .... tapi umumnya tentang kegiatan selama libur catur wulan.
Lain dari itu, selama di SMA, setiap murid diwajibkan membaca 1 buku sastra Indonesia setiap tahunnya. Jadi, minimal ada 3 bacaan genre sastra Indonesia, wajib baca. Mulai dari karangan dari sastrawan angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan 45 dan lain lain .... Tokoh-tokoh pengarang yang masih kuingat antara lain Sutan Takdir Alisyahbana alias STA, Marah Rusli, Nur St Iskandar, Armiyn Pane, Hamka, Utuy T Sontani, Pramudya Ananta Toer, Achdiat K, Aoh K, Amin Dt Madjoindo dan banyak lagi.
Buku-buku yang fenomenal antara lain Salah Asuhan, Siti Nurbaya, Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, Azab dan Sengsara dan lainnya ..... yang .... terus terang, aku lupa judul bukunya.... Lagi-lagi ....... it's been long time ago, tak terasa, sudah uzur juga rupanya. Jadi tidak mengherankan bila kemudian anak dan cucu STA berkecimpung tidak jauh dari apa yang sudah dirintis oleh sang God Father - STA, yaitu di dunia percetakan/penerbitan yang kini berkembang sebagai Femina Grup.
Kegemaran dan kebiasaan membaca, membuatku tidak bisa sembarangan saat menulis surat untuk urusan kantor ataupun apa-apa yang diminta big boss untuk keperluan organisasi/politiknya. Aku harus mengerti betul latar belakang tulisan yang akan dibuat dan karenanya dibutuhkan rujukan yang cukup. Bukan saja dari tulisan/buku ditambah dengan berbagai rujukan yang sekarang mudah diperoleh melaui internet, tetapi juga kepekaan terhadap berbagai masalah lingkungan dan kondisi masyarakat. Mungkin terlihat berlebihan, tapi menurutku itu salah satu kunci menulis yang baik dan berisi.
Itu sebabnya, buku yang ditulis oleh Pramudya Ananta Toer, Langit Kresna (serial Gajah Mada) Dan Brown terasa sangat "dalam"
***
Jaman sudah berubah dan kemajuan teknologi rupanya ada dampak negatifnya juga terhadap kemampuan tulis menulis. Kini banyak teman-temanku yang mengeluh bahwa di kantornya, kemampuan tulis menulis rekan kerja terutama para juniornya buruk sekali. Mereka umumnya tidak mampu lagi membedakan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan. Pemotongan kalimat, kata dan suku kata begitu parah .... Bisa jadi, mungkin suatu saat akan ada biro jasa untuk membuat surat. Kita lihat saja....